"Jadi buah simalakama di mana? jangan-jangan, saya khawatir presiden sendiri berkeinginan untuk revisi ini jalan, sehingga kemudian membangun seolah-olah dia yang menderita," ujar Feri saat dihubungi, Sabtu (4/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal tidak ada hal satupun yang bisa halangi presiden jika melihat dia sudah 4 kali mengeluarkan Perppu. Perppu kebiri, Perppu KPK juga pernah ketika mas BW (Bambang Widjojanto) dan Mas Abraham Samad dijadikan tersangka, Perppu informasi pajak, Perppu mengenai ormas. Sudah 4 kali dan tidak ada impeachment (pemakzulan) untuk presiden, dan semua sudah disetujui oleh partai politik untuk menjadi undang-undang," katanya.
Feri menilai pernyataan Moeldoko itu seolah-olah menggambarkan posisi Jokowi seakan menderita dengan adanya tuntutan Perppu KPK. Padahal, lanjut Feri, jika Jokowi menerbitkan Perppu KPK tanpa keraguan dinilai bisa membenahi satu masalah sistem pemberantasan korupsi di Indonesia.
Lantas apa yang membuat Jokowi hingga saat ini masih ragu untuk mengeluarkan Perppu KPK? Feri kemudian bicara dugaan-dugaan alasan mengapa Jokowi belum mengeluarkan Perppu. Ia menduga Jokowi ingin berkuasa penuh atas lembaga antirasuah itu.
"Saya menduga bukan negoisasi dengan partai politik ya, saya justru menduga malah memang presiden merasa KPK memang perlu didalam kekuasaan presiden, karena revisi undang-undang KPK itu, menunjukkan presiden lebih berkuasa dari apapun untuk mengendalikan KPK. Karena presiden menunjuk dewan pengawas langsung, dan kemudian dewan pengawas memiliki kekuaasaan pro-justicia, yang membuat pimpinan KPK tidak punya kendali apapun dalam hal kelembagaan," jelasnya.
"Oleh karena itu, sebenarnya UU KPK menguntungkan presiden, dan jangan-jangan emang proses ini ditahan presiden, termasuk mengeluarkan Perppu ini demi kepentingan presiden," sambungnya.
Ia juga menduga Revisi UU KPK ini tidak hanya menguntungkan bagi anggota DPR saja, tapi juga menguntungkan bagi presiden. Feri memandang jika Jokowi tidak ingin dicurigai maka segera terbitkan Perppu KPK
"Mestinya presiden memang mengeluarkan Perppu, kalau presiden tidak keluarkan Perppu, akan timbul pertanyaan soal kepentingan presiden terhadap revisi ini. Jadi, karena lambat ya mungkin presiden diuntungkan karena revisi ini," terangnya.
Sebelumnya, Moeldoko mengatakan pemerintah tidak bisa memuaskan semua pihak terkait permintaan Perppu KPK. Moeldoko menganalogikannya dengan peribahasa buah simalakama.
"Semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan, mesti ada. Semua warga negara juga bijak gitu di dalam menyikapi semua keputusan. Karena keputusan itu seperti simalakama, nggak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu," kata Moeldoko saat ditanya tuntutan deadline Perppu KPK di Kompleks Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (4/10).
Halaman 2 dari 3