Amnesty Persoalkan Status Tersangka 22 Aktivis Papua, Istana: Domain Kapolri

Amnesty Persoalkan Status Tersangka 22 Aktivis Papua, Istana: Domain Kapolri

Muhammad Fida Ul Haq - detikNews
Jumat, 04 Okt 2019 15:13 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (Foto: Dika/detikcom)
Jakarta - Amnesty International Indonesia mempersoalkan status tersangka terhadap 22 orang aktivis terkait Papua. Pihak istana lewat Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan status tersangka merupakan domain Kapolri dan menyerahkan hal itu pada proses hukum.

"Itu masih domainnya Kapolri, kita serahkan pada proses hukum dulu. Jangan buru-buru melihat pandangan Istana, karena semua akan diserahkan pada proses hukum. Intinya tindakan yang bersifat anarkis harus ditindak tegas," kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (4/10/2019).


Moeldoko memastikan pemerintah tidak akan memberikan toleransi pada pelaku kerusuhan. Menurutnya, kerusuhan merugikan orang banyak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nggak ada toleransi. Karena apa, karena itu kalau ada tolerans,i maka anarkis akan semakin besar dan merugikan banyak orang," jelasnya.

Amnesty, Direktur Eksekutif-nya Usman Hamid mendesak agar penetapan tersangka terhadap 22 aktivis politik Papua dicabut. Usman menilai para aktivis hanya menyampaikan ekspresi politiknya.



"Segera mencabut status tersangka atas tuduhan makar di bawah Pasal 106 dan 110 KUHP yang dikenakan pada 22 aktivis politik Papua yang mengekspresikan pendapat politik atau mengadvokasikan kemerdekaan atau solusi politik lainnya di Papua secara damai dan tidak melibatkan hasutan untuk melakukan diskriminasi, tindakan peperangan (hostility) atau kekerasan, dan dengan segera dan tanpa syarat," kata Usman dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).


Usman juga mengirim surat tersebut ke Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto; Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) Puan Maharani; Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian; serta Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik.

"Memastikan bahwa para aktivis dalam tahanan tidak disiksa ataupun diperlakukan dengan buruk dan memiliki akses reguler kepada anggota keluarga dan pengacara pilihan mereka. Mereka harus dibantu oleh pengacara mereka di tiap tahapan proses hukum, sesuai dengan hak atas peradilan yang adil," tulisnya.
Halaman 2 dari 2
(haf/haf)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads