Pramono Anung pernah menulis buku 'Mahalnya Demokrasi, Memudarnya Ideologi'. Dia menjelaskan public figure bisa menghabiskan Rp 200 hingga 800 juta, aktivis parpol bisa menghabiskan Rp 500 juta sampai Rp 2 miliar, dan seorang pengusaha bisa menandaskan RP 6 miliar. Semua itu untuk biaya kampanye supaya bisa menjadi anggota DPR.
Tapi itu adalah potret dari tahun 2013, enam tahun yang lalu. Kini zaman sudah berubah, harga-harga kebutuhan semakin naik, biaya kampanye juga sudah berlipat. Kami mewawancarai sejumlah anggota DPR 2019-2024 untuk tahu hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Infografis Gaji dan Tunjangan Anggota DPR |
Andre adalah anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat I (Kota Padang). Dia meraskaan biaya paling besar adalah biaya merawat konstituen.
Supaya biaya lebih ringan, dia ingin ada dana aspirasi yakni duit dari negara untuk mengakomodasi kepentingan konstituen anggota dewan. Memangnya berapakah biaya kampanye yang dibutuhkan Andre Rosiade untuk berhasil mencapai kursi DPR?
"Miliaran lah, nggak sampai belasan. Nggak etis saya sebut," kata Andre.
Anggota DPR 2019-2024 dari PKB, Daniel Johan, mengaku menghabiskan biaya yang cukup mahal. Daniel mengaku mengandalkan kampanye turun ke Dapil, bukan sekadar mengandalkan uang apalagi politik uang.
"Rp 2 M. Buat saya itu gede," ucap Daniel menyebutkan nominal biaya kampanyenya pada Pileg 2019.
Sebagai anggota petahana, dia tetap turun ke Dapil. Ongkos transportasi di Kalimantan Barat membutuhkan biaya yang besar. Sekali naik speed (kapal bermesin) bisa sampai Rp 2 juta. Padahal itu sering dilakukan. Setengah dari biaya kampanyenya habis untuk transportasi. Dia berharap mahalnya politik Pemilu bisa diatasi oleh sistem yang lebih baik. Soalnya, ini berbahaya bila dibiarkan.
"Dalam politik uang, hitung-hitungannya investasi untung-rugi, bukan pengabdian. Mereka akan mencari jalan untuk mengganti biaya kampanye berkali-kali lipat. Kalau yang menang adalah politik uang, jangan berharap Indonesia lebih baik," ujarnya.
Anggota DPR dari PDIP, Hendrawan Supratikno, dari Dapil Jateng X (Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Batang) lolos lagi ke DPR. Terhitung sejak 2009, ini adalah periode ketiganya di DPR. Dia mengamati ada peningkatan biaya kampanye dari waktu ke waktu. Ini karena kompetisi yang semakin ketat, liberalisasi politik, dan tentu saja tingkat inflasi. Jadi berapa yang Hendrawan habiskan untuk kampanye Pileg 2019?
"Di DPR ini, rata-rata Rp 5 miliar. Ada yang lebih rendah, dan ada yang di atas itu," jawabnya saat ditanya biaya kampanye yang dia keluarkan untuk lolos ke Senayan.
Sebagai petahana, dia diuntungkan. Paling tidak, sosoknya sudah tidak asing untuk masyarakat di Dapilnya. Sebagai anggota Komisi XI DPR, dia juga diuntungkan dengan program lembaga mitra yang menuntut sosialisasi di daerah. Ini membuat masyarakat tetap ingat dengan Hendrawan.
"Kalau pendatang baru, bakal lebih banyak memakan biaya. Kalau tidak didukung dengan kecukupan dana bakal susah. Kecuali kalau yang bersangkutan selebritis," kata Hendrawan.
Benarkah anggota DPR yang baru menghabiskan lebih banyak duit ketimbang anggota DPR yang lama? Saya mencoba menghubungi anggota DPR baru dari PAN, Farah Puteri Nahlia (23).
Berapa duit yang Farah habiskan untuk lolos ke Senayan?
"Waduh, nggak etis. Kunjungan sehari-hari saya tidak mahal, saya cuma ngariung. Namanya di kampung, kalau ada siomay pikulan ya udah saya borong (untuk kegiatan di Dapil itu)," kata Farah dari Dapil Jawa Barat IX (Subang, Majalengka, Sumedang).
Dia merasa kampanye tatap mukanya sangat efektif. Dia berhasil meraih suara tertinggi, 113.263 suara. Jumlah ini menggungguli dua politisi senior yang menjadi pesaingnya, Letjen TB Hasanudin dari PDIP (104 ribuan) dan KH Maman Imanulhaq dari PKB (58 ribuan).
"Biaya kampanye bukan segalanya," ujar Farah.
Halaman 4 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini