Surya Paloh memandang akan ada masalah jika Perppu KPK diterbitkan di tengah proses judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika Jokowi salah langkah, menurut dia, Presiden bisa di-impeach atau dimakzulkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah-salah presiden bisa di-impeach karena itu. Salah-salah lho. Ini harus ditanya ahli hukum tata negara. Coba deh, ini pasti ada pemikiran-pemikiran baru. Kalau itu tuntutan pada anak-anak itu melihat itu," sambung dia.
Baca juga: Konsekuensi Perppu dan Uji Materi UU KPK |
Pernyataan Paloh ini berbanding terbalik dengan para pakar hukum. Dalam penerbitan Perppu KPK, pakar menilai Jokowi tak perlu takut soal isu pemakzulan.
Jokowi juga dinilai tidak usah ragu menerbitkan Perppu UU KPK. Sebab, Penerbitan Perppu disebutkan kewenangan istimewa Presiden yang juga tercantum dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.
Mahfud Md sebut Perppu KPK tak berisiko impeachment
Pakar Tata Hukum Negara, Mahfud MD menyebut tidak ada konsekuensi pidana jika Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Dia mengatakan, Perppu merupakan kewenangan Presiden.
"Tidak ada konsekuensi pidana. Itu nakut-nakuti saja. Impeachment dari mana? Kalau Perppu nggak bener ya ditolak DPR," kata ahli hukum tata negara Mahfud Md kepada wartawan, Senin (30/9).
Jika mengacu pada salah satu poin putusan MK nomor 138/PUU-VII/2009, Perppu bisa diterbitkan dalam keadaan mendesak. Dia menjelaskan presiden punya hak menilai apakah keadaan sudah masuk kategori genting atau belum.
Mahfud menjelaskan, jika Jokowi menerbitkan Perppu, tak akan ada yang bisa mempidanakan gara-gara keputusan itu. Penerbitan Perppu adalah hukum administrasi dan tak ada konsekuensi pidananya. Meski begitu, Mahfud mengaku tak mengetahui apakah Jokowi akan menerbitkan Perppu KPK atau tidak. Dia belum mendapat kabar terbaru dari Jokowi.
"Kita tidak boleh juga mendesak-desak Presiden untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan (Perppu). Kan ada orang yang nakut-nakuti, kalau mengeluarkan Perppu nanti di-impeachment. Ini administrasi. Yang bisa meng-impeach presiden itu hanya hukum pidana," sambung Mahfud.
Bivitri nilai Perppu kewenangan Presiden
Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menilai Jokowi memiliki hitungan soal nasib Perppu itu di DPR bila nantinya dikeluarkan. Sebab, ada kemungkinan pula bila DPR menolak Perppu KPK tersebut.
"Walaupun kita tahu Perppu itu sepenuhnya wewenang presiden, tapi nanti begitu DPR sidang lagi harus dibahas lagi oleh DPR apakah Perppu itu akan jadi undang-undang atau tidak jadi undang-undang," kata Bivitri kepada detikcom, Selasa (1/10).
Bivitri juga membaca pergerakan Jokowi dari media massa ketika menemui pimpinan partai politik akhir-akhir ini. Menurut Bivitri, persoalan Perppu KPK pasti turut dibahas dalam pertemuan itu karena Jokowi dinilai tak ingin Perppu itu ditolak DPR bilamana kelak dikeluarkan.
"Tentu saja dalam konteks politik akan tidak baik apabila nanti Perppunya ditolak mentah-mentah oleh DPR, bagi Presiden saya kira ada perhitungan itu. Jadi Pak Jokowi pasti akan menghitung itu," ucapnya.
Bivitri mengatakan apabila Perppu KPK diterbitkan akan memberi kejelasan masyarakat soal komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Dia mendorong Jokowi untuk segera mengambil sikap terkait Perppu KPK. Sebab, UU KPK yang baru dinilai Bivitri akan melemahkan kerja pemberantasan korupsi.
"Adanya Perppu--kalau nanti misalnya ditolak DPR--akan ada kejelasan juga bagi masyarakat siapa sebenarnya yang nanti mendukung KPK mendukung pemberantasan korupsi, siapa yang tidak," kata Bivitri.
Refly Harun minta Jokowi segera keluarkan Perppu KPK
Pakar hukum tata negara Refly Harun mendorong Jokowi untuk segera mengeluarkan Perppu KPK. Dia meminta Jokowi tak banyak memikirkan banyak aspek untuk menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK baru yang sudah disahkan di DPR.
"Perppu-nya kan cuma satu pasal mencabut undang-undang (KPK yang baru) itu," kata Refly Harun di Trans TV, Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2019).
Meski penerbitan Perppu untuk membatalkan UU KPK baru, Refly menegaskan hal tersebut konstitusional serta legal. Dan situasi saat ini, lanjut Refly, sudah tak kondusif lagi.
"Keluarnya Perppu itu tergantung subjektivitas Presiden. Jadi objektivitasnya gini, ada keadaan genting dan sesuatu yang harus di atur , tapi undang-undang yang ada tidak cukup mengatur atau tidak ada. Bagaimana menafsirkan kondisi genting itu? Ya Mahkamah Konstitusi mengatakan itu subjektivitas Presiden, nanti objektifikasinya di DPR," jelas Refly.
Oce Madril sebut Perppu KPK tak bisa dihalangi parpol
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril mengatakan Perppu merupakan kewenangan istimewa Presiden. Sehingga Jokowi diminta untuk tidak ragu mengeluarkan Perppu KPK.
Oce menjelaskan kewenangan Presiden terkait Perppu tercantum dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Maka itu, dia mengatakan diterbitkannya Perppu bisa menjadi solusi untuk penyelesaian UU KPK yang menyedot kritik dari banyak pihak. Dia juga mengatakan penerbitan Perppu tak boleh dihalangi atau ditakut-takuti oleh politisi.
"Itu Perppu juga akan diajukan ke DPR. Jadi para politisi partai politik jangan nakut-nakuti Presiden, jangan halang-halangi, itu kekuasaan keistimewaan presiden dalam merespons situasi-situasi kenegaraan," ujar Oce, kepada wartawan, Selasa (1/10/2019).
Syarat terbitkan Perppu dinilai terpenuhi
Pakar hukum tata negara Hifdzil Alim menganggap syarat Jokowi untuk menerbitkan Perppu sudah terpenuhi. Salah satu poinnya yakni unsur kegentingan atau kebutuhan mendesak, mengingat gelombang demonstrasi penolakan UU KPK baru muncul selama sepekan lalu.
Jokowi diminta kembali menjadi Presiden pilihan rakyat, bukan pilihan parpol. "Jokowi harus kembali ke khittahnya sebagai presiden pilihan rakyat, bukan semata pilihan partai," kata Hifdzil, kepada wartawan, Selasa (1/10).
Meski demikian, Jokowi juga perlu mengkalkulasi jika Perppu diputuskan untuk diterbitkan. Mengingat koalisi Jokowi besar di DPR.
"Tapi presiden akan dihadapkan pada situasi politik yang rumit dengan koalisi besarnya di DPR. Jadi, saat ini yang dibutuhkan selain soal kalkulasi politik, juga hati nurani. Presiden perlu dengan seksama memikirkan rencana menerbitkan Perppu ini," kata Hifdzil.
ICW desak Jokowi selamatkan KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Jokowi menerbitkan Perppu untuk menyelamatkan KPK. Dia mengatakan penerbitan Perppu adalah hak prerogatif presiden dan sudah memenuhi unsur kepentingan mendesak.
"Kita menilai bahwa kewenangan prerogatif presiden dalam menerbitkan Perppu menjadi lebih utama karena unsur kepentingan yang mendesak, dalam pengertian penerbitan Perppu telah terpenuhi. Dan itu juga yang jadi harapan dari berbagai aksi di seluruh daerah di Indonesia," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (1/10/2019).
Selain itu, dia mencatat ada tiga alasan UU KPK yang baru saja disahkan harus ditolak. Pada poin pertama, dia mengatakan UU KPK secara formil bermasalah. Kedua, pasal-pasal yang disepakati DPR dan pemerintah akan memperlemah KPK.
"Ketiga, terkait tidak ada pelibatan KPK dan publik dalam pembahasan revisi UU KPK. Padahal KPK adalah lembaga yang akan menjalankan amanat UU. Harusnya KPK dilibatkan perumusan dari awal. Hal ini terkonfirmasi saat pimpinan KPK menyatakan bahwa benar KPK tak pernah dilibatkan dalam pembahasan," tambahnya.
Halaman 2 dari 5