Perppu UU KPK Jadi Terbit Tidak, Pak Jokowi?

Round-Up

Perppu UU KPK Jadi Terbit Tidak, Pak Jokowi?

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 02 Okt 2019 05:55 WIB
Presiden Jokowi (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta - Hampir seminggu berlalu sejak Presiden Jokowi memberikan sedikit angin segar bagi pemberantasan korupsi. Namun sikap tegas sampai kini belum diambilnya untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang membatalkan revisi Undang-Undang KPK yang baru disahkan pada 17 September 2019. Ada apa Pak Jokowi?

Pada Kamis, 26 September lalu, Istana menerima tamu-tamu penting mulai dari tokoh agama, akademisi, dan pakar-pakar hukum. Setidaknya ada cendekiawan Islam Quraish Shihab, rohaniwan Franz Magnis-Suseno, budayawan Goenawan Mohamad, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md, guru besar emeritus Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabottingi, ekonom senior Emil Salim, advokat senior Albert Hasibuan, hingga sejumlah pakar hukum tata negara.




SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi sengaja mengundang mereka untuk mendapatkan masukan tentang Perppu KPK. Suara publik yang menolak UU KPK baru agaknya sedikit membuat Jokowi goyah.

"Banyak masukan dari para tokoh tentang pentingnya diterbitkannya perppu. Akan kami kalkulasi, hitung, dan pertimbangkan, terutama dari sisi politiknya dalam waktu secepat-cepatnya," ujar Jokowi usai pertemuan tersebut.

Waktu berlalu dan kali ini Jokowi kembali menggelar pertemuan lain pada Senin, 30 September kemarin. Rupanya Jokowi bertemu kalangan petinggi partai politik koalisi pendukung Jokowi yang duduk di parlemen saat ini.

Konon pertemuan ini membahas sejumlah hal penting, termasuk rencana Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK. Sekjen PPP Arsul Sani menyebut ada banyak hal yang dibahas dalam pertemuan itu mulai dari pelantikan DPR hingga Perppu KPK. Lantas apa yang dibahas soal Perppu KPK?




"Soal perppu nggak spesifik kami bicarakan karena itu kan bukan satu-satunya opsi. Ada opsi lain juga, yaitu legislative review dan judicial review, yang saat ini sedang berlangsung di MK," ujar Arsul.

Arsul menjelaskan, dalam pertemuan itu, ketum parpol tidak memberikan masukan terkait secara spesifik soal Perppu KPK. Namun para ketum menyampaikan bahwa opsi perppu harus menjadi opsi terakhir.

"Kami tidak beri masukan secara spesifik (soal Perppu KPK). Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi perppu harus menjadi opsi terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga," kata dia.

Bisikan-bisikan dari koalisi itu dianggap wajar secara politik. Namun Jokowi tetap didorong untuk berani menerbitkan Perppu KPK. Kenapa?



Ahli hukum tata negara yang juga salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menyebut kemungkinan Jokowi memiliki hitungan soal nasib Perppu itu di DPR bila nantinya dikeluarkan. Sebab, ada kemungkinan pula bila DPR menolak Perppu KPK tersebut.

"Walaupun kita tahu Perppu itu sepenuhnya wewenang presiden, tapi nanti begitu DPR sidang lagi harus dibahas lagi oleh DPR apakah Perppu itu akan jadi undang-undang atau tidak jadi undang-undang," kata Bivitri kepada detikcom, Selasa (1/10/2019).

Perppu UU KPK Jadi Terbit Tidak, Pak Jokowi?Bivitri Susanti (Foto: Ari Saputra/detikcom)


"Tentu saja dalam konteks politik akan tidak baik apabila nanti Perppunya ditolak mentah-mentah oleh DPR, bagi Presiden saya kira ada perhitungan itu. Jadi Pak Jokowi pasti akan menghitung itu," imbuhnya.

Namun Bivitri sebagai salah satu pendukung agar Jokowi menerbitkan Perppu KPK menilai penolakan DPR terhadap Perppu KPK justru baik. Kenapa?

"Adanya Perppu--kalau nanti misalnya ditolak DPR--akan ada kejelasan juga bagi masyarakat siapa sebenarnya yang nanti mendukung KPK mendukung pemberantasan korupsi, siapa yang tidak," kata Bivitri.

Selain itu Bivitri mendorong Jokowi untuk segera mengambil sikap terkait Perppu KPK. Sebab, UU KPK yang baru dinilai Bivitri akan melemahkan pemberantasan korupsi.

Adanya Perppu--kalau nanti misalnya ditolak DPR--akan ada kejelasan juga bagi masyarakat siapa sebenarnya yang nanti mendukung KPK mendukung pemberantasan korupsi, siapa yang tidakBivitri Susanti
"Perlu disadari dampak dari adanya revisi UU KPK juga immediate sekali akan menyebabkan ketidakpastian hukum terutama dalam pemberantasan korupsi. Jadi sangat urgen sekali (Jokowi menerbitkan Perppu KPK)," kata Bivitri.

Setali tiga uang, Mahfud Md memberikan pandangan soal Perppu KPK. Jokowi diminta Mahfud untuk tidak takut karena tidak ada konsekuensi pidana bila Perppu itu diterbitkan.

"Tidak ada konsekuensi pidana. Itu nakut-nakuti saja. Impeachment dari mana? Kalau Perppu nggak bener ya ditolak DPR," kata Mahfud.

Perppu diterbitkan bila ada kegentingan yang memaksa. Namun ukuran kegentingan yang mengharuskan presiden menerbitkan Perppu selalu menjadi perdebatan. Misalnya, saat Presiden hendak menerbitkan Perppu tentang hukuman kebiri, para pengkritik mengatakan tak ada kegentingan yang memaksa. Begitu juga saat Presiden hendak menerbitkan Perppu tentang tax amnesty dan Perppu tentang Pilkada, para pengkritik mengatakan tak ada kegentingan. Toh Perppu terbit juga.

"Tapi sesudah Perppu keluar, juga nggak apa-apa," kata Mahfud.







Melihat dinamika yang terjadi Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz memberi tantangan ke Jokowi. Apa tantangannya?

"Menurut saya, dengan pernyataan sebelumnya bahwa Jokowi tidak ada beban lagi bagi memimpin pemerintahan di periode kedua, mestinya itu dikonkretkan atau ditunjukkan dalam pengambilan keputusan pada level kekuasaan pemerintah. Aspek politik sesungguhnya kan Jokowi sudah banyak mengakomodasi berbagai macam kepentingan dan keinginan politik di DPR dalam beberapa produk legislasi dan undang-undang yang sudah disahkan," kata Donal.

Donal menilai Jokowi harus menganggap diakomodasinya kepentingan parpol lewat UU dan pengisian kabinet sebagai bentuk kompensasi kepada parpol pendukungnya. Oleh sebab itu, menurut Donal, Jokowi tak harus terlalu akomodatif terhadap kepentingan parpol terkait Perppu KPK, yang memang merupakan kewenangan Jokowi sebagai presiden.

"Menurut saya, tentu saja faktor politik sudah dihitung oleh Jokowi dan justru, ketika kepentingan politik itu terlalu diakomodasi, ini membawa dampak kegoncangan bagi pemerintah," ujar Donal.

Perppu UU KPK Jadi Terbit Tidak, Pak Jokowi?Dokumentasi dukungan bagi KPK (Foto: Grandyos Zafna/detikcom)





Masuknya sejumlah RUU yang menuai kontroversi di ujung periode pertama Jokowi disebut Donal merupakan dampak dari terlalu diakomodasinya aspek politik oleh Jokowi. Donal mengatakan ketika Jokowi terlalu mengakomodasi keinginan elite politik, justru Jokowi kerap kehilangan dukungan dari publik.

"Terlalu akomodatif dengan partai justru membahayakan Jokowi. Kita lihat yang terjadi di RUU Pas, titipan dari pihak narapidana kasus korupsi, UU KPK, kemudian dan lainnya. Terlalu akomodatif dengan kepentingan politik justru membahayakan Jokowi karena tidak akan ada ujungnya. Minta ini dikasih, minta ini dikasih, tidak ada ujungnya," tuturnya.

Jadi bagaimana Pak Jokowi, jadi tidak terbitkan Perppu demi menyelamatkan pemberantasan korupsi di negeri ini?


Fahri Hamzah: Kalau Saya Presiden, Saya Bikin Perppu KPK

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 2 dari 3
(dhn/knv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads