Seperti yang dilihat detikcom pada Selasa (1/10/2019), pasal yang menentang marital rape itu ada dalam pasal 480. Begini bunyinya:
Pasal 480
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(2) Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami istrinya yang sah;
b. persetubuhan dengan Anak; atau
c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
Dengan definisi tersebut, bisa saja seorang suami memperkosa istrinya (marital rape). Dengan syarat, si istri sedang tidak berkenan bersetubuh dan si suami melakukan kekerasan.
Apakah pasal di atas datang ujug-ujug? Ternyata pasal soal marital rape ini juga ada dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Hal itu sesuai dengan asas KUHP, yaitu melakukan kodifikasi hukum.
Pasal 8 huruf a UU PKDRT berbunyi:
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Adapun Pasal 46 UU PKDRT berbunyi:
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta.
Namun RKUHP kini sudah ditunda pengesahannya oleh DPR. Jangka waktu penundaannya sendiri sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Tinggal sekali sidang paripurna untuk mengesahkannya.
Halaman 2 dari 2