"Aksi jalan mundur ini sebagai simbol mundurnya demokrasi di Indonesia. AJI, dalam sepekan terakhir, kita mencatat ada 14 kasus kekerasan yang menimpa teman-teman jurnalis di berbagai daerah. 10 kasus terjadi ketika aksi 22 sampai 26 Mei kemarin tapi kita juga mencatat ada kriminalisasi terhadap Dandhy," Koordinator Bidang Advokasi AJI Indonesia Sasmito Madrim usai melakukan aksi jalan mundur di kawasan Bundaran HI, Jalan Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2019).
Sasmito juga menyinggung adanya teror yang dialami oleh jurnalis di Papua. Teror yang dimaksud oleh Sasmito berupa penggeledahan rumah salah satu jurnalis di Papua.
"Kemudian teror-teror ke teman-teman jurnalis. Salah satunya di Papua Jayapura itu ada koresponden Jakarta Post yang rumahnya digeledah hanya untuk mencari jurnalis yang lain. Jadi ini kita menilai sebagai bentuk teror," sambungnya.
Pria berkacamata ini menjelaskan bahwa pihak kepolisian seharusnya mengusut tuntas jika ada oknum polisi yang melakukan kekerasan dan teror terhadap jurnalis. Dia menyebut kekerasan terhadap jurnalis harusnya dilakukan tanpa adanya laporan karena hal tersebut bukan merupakan delik aduan.
"Kita mendesak kepolisian untuk menghentikan semua teror dan kriminalisasi terhadap jurnalis. Kita juga mendorong kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh polisi, ada 9 kasus yang kita lihat pelakunya itu diduga dari kepolisian. Kita berharap pihak kepolisian mengusut kasus ini tanpa adanya laporan apa pun itu harus diusut. Karena kasus kekerasan terhadap jurnalis ini bukan delik aduan. Jadi teman-teman dari kepolisian bisa langsung mengusut tanpa adanya laporan dari jurnalis yang menjadi korban," jelas Sasmito.