"RKUHP yang berisi 600-an pasal itu tidak semuanya jelek. Ini kan untuk menyesuaikan dengan hukum yang tumbuh berkembang di masyarakat. Karena, harus diingat, KUHP yang sekarang ini kan dibuat lebih dari 100 tahun yang lalu, yang pastinya itu akan dipengaruhi oleh kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Nilai-nilai yang dibawa tentunya juga nilai-nilai penguasa di sana. Pembuatnya orang-orang kolonial, dipengaruhi oleh hukum yang berlaku di Belanda. Karena itu, saya mengapresiasi RKUHP," kata pakar hukum tata negara Prof M Fauzan saat berbincang dengan detikcom, Jumat (27/8/2019).
Menurut Ketua Harian Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Wilayah Jawa Tengah itu, perlunya dicari titik temu dari berbagai materi di RKUHP yang dianggap menyimpan banyak persoalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut dijelaskan, RKUHP sudah 50 tahun lebih dibahas. Sehingga sudah saatnya perdebatan itu disudahi.
"Ini menyiratkan juga sebenarnya dialog sudah dilakukan. Hanya memang, ketika merumuskan menjadi sebuah ketentuan kan bisa menimbulkan tafsir macam-macam dari berbagai kalangan. Nah, agar tidak menimbulkan tafsir yang bermacam-macam, berbagai pihak harus bertemu," ungkapnya.
Dalam RKUHP, salah satu poin yang menjadi kontroversial di tengah masyarakat adalah pasal penghinaan kepada presiden. Bagi guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu, pasal penghinaan presiden masih diperlukan. Namun harus dibuat secara ketat.
"Itu kan memang harus dikomunikasikan dan dijelaskan. Rumusannya harus jelas, jangan menimbulkan multitafsir. Ini kan yang dimaksud sebagai penghinaan tentunya presiden sebagai pribadi. Karena, setiap orang, siapa pun dia, tanpa melihat latar belakang kedudukannya, kan harus tetap dijamin hak-haknya, harkat dan martabatnya harus dilindungi, terlebih presiden," ujar Fauzan lagi.
Menurut dia, sepanjang yang dikritik, bahkan dihina sekali pun, adalah kebijakannya, ya, tidak menjadi persoalan. Tapi, kalau yang dituju itu adalah pribadinya, itu menjadi soal.
"Makanya, dalam RUU itu, masalah ini merupakan delik aduan," tuturnya.
"Tapi, bebas dalam konteks negara hukum kan tidak bebas tanpa batas. Bukan berarti kita boleh menghina orang. Kalau mengkritisi kebijakan orang selaku pejabat publik, itu tidak masalah. Misalnya kebijakan Bantuan Langsung Tunai atau kebijakan yang berkaitan dengan kartu prakerja, itu kan bisa dikritik, apakah kebijakan itu justru dapat membuat orang menjadi malas, enggak semangat, enggak serius dalam mencari pekerjaan, untuk mandiri. Kritik seperti itu enggak apa-apa. Nah, ini juga harus diberi pemahamannya kepada masyarakat," sambung Fauzan.
Oleh sebab itu, ia setuju jika RUU KUHP disahkan. Bila ada yang keberatan maka bisa diselesaikan dengan menguji ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Simak Video "Jokowi Terima Masukan Soal RKUHP dari Tokoh-tokoh Nasional"
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini