"Kalau totalnya gambut yang terbakar baik dari KLHK dan BNPB menyatakan 86 ribu hektare dari total 300 sekian lebih terbakar," ujar Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Badan Restorasi Gambut (BRG), Didy Wuryanto, di Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Kamis (26/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai cara dilakukan oleh BRG untuk mencegah terjadi kebakaran di lahan gambut, salah satunya dengan pembuatan kanal. Menurutnya, hal itu dapat menahan laju air untuk keluar sehingga lahan gambut tetap terjaga dari kekeringan.
"Satu, sumber masalah kanal tadi itu mau kita sekat, kita tahan airnya supaya jangan tidak keluar. Kita tetap bangun sumur dan lainnya sehingga kalau musim kemarau panjang itu kita mau basahi dulu," lanjutnya.
Didy menjelaskan soal perlunya edukasi ke masyarakat terkait pentingnya lahan gambut. Di antaranya dengan mengedukasi pemanfaatan lahan gambut selain dikeringkan untuk kelapa sawit.
"Tapi yang paling penting adalah bagaimana masyarakat di sekitar gambut itu memperoleh manfaat tanpa harus dikeringkan untuk kelapa sawit, yang basah bisa kita manfaatkan bisa sayuran dan perikanan, lainnya bahkan wisata dan itu bagus, ternak dan sebagainya. Begitu kebakaran harusnya mereka lindungi," ujar Didy.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo menambahkan, berbagai upaya memadamkan api karhutla mulai dari water boombing hingga Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sudah dilakukan. Namun karhutla kerap terjadi karena lahan yang terbakar adalah lahan gambut.
"Yang terbakar sebagian besar adalah lahan gambut dari 328 ribu hektare lahan yang terbakar sekitar 89 ribu hektare diuraikan adalah lahan gambut. Dan terbesar di wilayah Riau sekitar 40.500 hektare kemudian berikutnya Kalteng 24 ribu hektare, Kalbar, Jambi, Sumsel dan, Kalsel itu," kata Doni.
Halaman 2 dari 2











































