"Saya melihat bahwa tampaknya (polisi) tidak memiliki SOP bagaimana menangani anak-anak ketika terjadi demo seperti ini. Akhirnya perlakuan terhadap anak-anak sama. Padahal anak-anak ini kalau salah dan terindikasi melempar batu dan lain-lainnya melawan aparat, tangkap, lumpuhkan, tapi bukan berarti harus dipukuli, harus disiram gas air mata," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Dia menyayangkan anak-anak yang dinilainya mengalami kekerasan dalam proses pembubaran demo. Dia menyebut para korban mengalami luka karena terjatuh saat tersiram gas air mata dan ada yang pingsan karena kelelahan dan belum makan sejak siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Komisioner KPAI Putu Elvina juga menyayangkan sikap polisi yang bertindak represif dalam mengendalikan massa yang masih anak-anak. Padahal, menurut dia, Perkapolri Nomor 16/2006 sudah mengatur tentang pengendalian massa, apalagi yang berunjuk rasa masih berusia anak sekolah.
"Upaya penanganan di lapangan juga perlu menjadi perhatian kita bersama karena tindakan represif atau kekerasan dalam hubungannya dengan anak itu tidak bisa dilakukan. Maka saya berharap hal ini menjadi pembelajaran yang baik bagi kita semua bagaimana pelibatan anak untuk tujuan demonstrasi yang tidak pada tempatnya seminimal mungkin tindakan represif itu tidak dilakukan," ungkap Putu.
KPAI juga meminta orang tua yang anak-anaknya belum kembali untuk dapat berkoordinasi serta melapor ke KPAI, pihak kepolisian, rumah sakit, ataupun Kementerian Pemberdayaan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). KPAI dan KPPA membuka hotline pengaduan bagi orang tua yang ingin mencari anaknya. Berikut ini nomor kontaknya:
Hotline KPPA: 082125751234
Hotline KPAI: 082136772273 (yld/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini