Baru sebentar terlelap, mahasiswa jurusan Teknik Elektro Universitas Indonesia angkatan 1996 itu terbangun. Ia menyalakan televisi dan melihat berita yang masih didominasi aksi demonstrasi. Tak berapa lama Yun Hap masuk ke kamar. Jelang tengah hari ia keluar dengan tas di punggungnya. Ho Kim Ngo sempat berpesan agar anaknya itu tak ikut aksi demonstrasi lagi. Namun, Yun Hap tak menjawab. Ia bergegas menuju kampusnya di Depok.
Jumat malam hampir berakhir Yun Hap belum juga pulang seperti malam sebelumnya. Kali ini ibunya lebih gelisah. Firasat Ho Kim Ngo benar, jelang tengah malam ada telepon yang mengabarkan Yun Hap meninggal dunia. "Ada temannya yang datang menjemput menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang ramai. Saat itu sekitar jam 2 pagi, masih terdengar bunyi tembakan," kata Ho Kim Ngo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi demonstrasi sejak petang sampai jam 20.30 malam berjalan tenang. Ratusan demonstran dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum istirahat makan malam bersama di pinggir jalan. Aparat kepolisian ada juga yang berjaga di sana. Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari kejauhan. Massa lalu berdiri dan melihat ke arah jembatan layang Karet-Sudirman. Tampak iring-iringan mobil tentara mendekat ke arah mereka.
Saat mobil itu semakin dekat, rentetan tembakan kian gencar. Demonstran lalu panik dan berhamburan termasuk Yun Hap. Karena keadaan begitu kacau, Yun Hap terpisah dari rombongannya. Malang baginya, sebutir timah panas menembus punggungnya. Mata peluru itu mematahkan satu tulang iga kirinya, menyerempet tulang leher, kerongkongan, dan akhirnya menancap di bagian depan.
Kasus tewasnya Yun Hap juga diusut Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) yang diketuai Hermawan Sulistyo. Menurut penelusuran tim itu, Yun Hap terkena tembak tentara sekitar pukul 20.40 saat akan lari masuk Rumah Sakit Jakarta.
Baca juga: Jokowi Diajak Ikut Aksi Kamisan |
Tewasnya Yun Hap mengundang reaksi keras dari sejumlah kalangan. Mereka mengutuk aparat militer yang terus menggunakan cara-cara represif untuk mengatasi demonstrasi. Belum lagi tragedi Trisakti Mei 1998 dan Semanggi November 1998 jelas penyelesaian hukumnya, muncul lagi penembakan aparat yang menewaskan Yun Hap yang kemudian dikenal dengan kasus Semanggi II.
Atas desakan mahasiswa dan keluarga korban, DPR kemudian membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) pada 2000. Pansus ini bekerja selama satu tahun dan mengeluarkan kesimpulan bahwa tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akhirnya turun tangan dengan membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM.
Hasilnya penyelidikan itu terdapat bukti-bukti yang mengarah pada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Hasil ini lalu diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk diproses. Namun ditolak dengan alasan kasus itu sudah diserahkan ke pengadilan militer. "Sampai saat ini kasus-kasus tersebut belum jelas penyelesaiannya," ujar Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) Muhammad Isnur pada detikcom.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini