Sebagaimana dilihat detikcom di draf RUU KUHP, Jumat (20/9/2019), zina diartikan seluruh hubungan seks di luar pernikahan. Definisi zina ini lebih luas dibanding KUHP yang ada saat ini, yakni persetubuhan bila salah satu atau dua-duanya terikat pernikahan.
Jadi bisa diartikan, zina yang ada di draf RUU KUHP ini adalah semua hubungan seks di luar pernikahan. Orang yang berzina bakal dipenjara setahun. Berikut adalah bunyi pasal dalam draf RUU KUHP ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II
Dalam penjelasan RUU KUHP dituliskan soal siapa pihak yang bukan suami atau istrinya, yakni sebagai berikut:
1. Laki‑laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya
2. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki yang bukan suaminya
3. Laki‑laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan
4. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki, padahal diketahui bahwa laki‑laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan, atau
5. Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Pasal zina ini dikategorikan ke dalam tindak pidana kesusilaan, meskipun kesusilaan dalam naskah akademik RUU ini tak terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan seks saja. Soal perluasan makna zina dalam RUU KUHP, naskah akademiknya memberikan alasan.
Kriminalitas, dalam naskah akademik RUU KUHP, dianggap sebagai budaya manusia. Penanggulangan kriminalitas dilakukan lewat cara peningkatan daya tahan budaya. Alasan perluasan zina dan kumpul kebo karena dua hal itu harus diatur supaya tak merusak kepatutan pergaulan manusia. Alasan lain yakni karena ide ini menyesuaikan undang-undang di luar KUHP, juga dirumuskan berdasarkan masukan para ahli.
"Perumusan tindak pidana kesusilaan bersumber dari KUHP dan undang-undang di luar KUHP. Selain itu, dalam merumuskan norma hukum pidana di bidang kesusilaan juga mempertimbangkan hasil penelitian dan masukan dari diskusi kelompok terfokus serta perkembangan hukum dalam yurisprodensi dan praktik penegakan hukum," demikian bunyi Naskah Akademik RUU KUHP yang dikutip detikcom.
Kritikan datang. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, setuju agar RUU KUHP jangan disahkan dulu. Salah satu catatan kritik dia adalah soal pengaturan moralitas individu di ruang privat. Dia menyebut zina.
"Mengatur moralitas individual di ruang privat & masuk dalam kriteria kejahatan tanpa korban: zina dan lain-lain. Banyak orang akan masuk penjara. Penjara makin penuh. Orang dapat melaporkan orang lain dengan mudah, karena pasalnya tersedia. Macam-macam," kata Asfinawati kepada wartawan, Jumat (20/9/2019).
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RUU KUHP. Jokowi ingin masukan dari berbagai kalangan didengarkan.
"Saya terus mengikuti perkembangan pembahasan RUU KUHP secara saksama. Dan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi-substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan, masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jumat (20/9).
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini