"Begini, (dana hibah KONI) memang sangat rawan (korupsi). Saya cerita ketika zaman saya. Setiap tahun itu selalu ada penganggaran untuk KONI. Anggarannya memang kita tergantung dari usulan yang ada dan dari pagu yang sudah ada dari pemerintah," kata mantan Menpora, Roy Suryo, Kamis (19/9/2019).
Roy mengaku sempat mendengar saran agar dana hibah KONI tidak langsung dicairkan dan diserahkan. Politikus Partai Demokrat itu menyebut kalau anggaran KONI bisa 'diputar'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah memang, terus terang saja, banyak juga suara yang saya dengar, saya kan dulu menggantikan Mas Andi (Andi Mallarangeng) kan, katanya, 'ini menteri baru bego amat, kaya gitu (dana hibah) kan sebenarnya bisa diputar dulu, Pak', begitu," terang Roy.
"Misalnya ditahan dulu, kan lumayan, sebelum gitu (dicairkan) kan nggak ngurangi duitnya aja udah lumayan bunganya," imbuhnya.
Namun Roy mengaku tidak melakukan hal tersebut. Dia mengklaim selalu langsung menyerahkan ke KONI ketika dana hibah bisa dicairkan.
Sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyarankan agar penggunaan satuan kerja (satker) khusus untuk dana hibah KONI.
"Hibah sebenarnya boleh saja. Tapi untuk KONI sebaiknya pakai satker sendiri, khusus. Nanti BPK merekomendasikan soal itu," ujar Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara kepada wartawan di Istana, Kamis (19/9).
Moermahadi menyebut urusan dana hibah KONI ini sempat dibahas Ketua KONI yang baru. Mekanisme pertanggungjawaban masih dibahas.
Terkait perkara, KPK menegaskan tidak ada muatan politis terkait penetapan tersangka Menpora Imam Nahrawi. Imam menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan dana hibah KONI serta penerimaan lain terkait jabatan.
"Itu tidak ada motif politik sama sekali. Kalau motif politik diumumin sejak ribut-ribut kemarin. Nggak ada," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif kepada wartawan di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Kamis (19/9).
Syarif juga mengklarifikasi pernyataan Imam Nahrawi mengenai status tersangka yang disebut baru diketahui setelah jumpa pers KPK pada Rabu (18/9). KPK sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada Imam Nahrawi.
"Saya juga ingin mengklarifikasi pernyataan Menpora (yang) baru mengetahui kemarin. Saya pikir itu salah karena kita sudah kirimkan (surat). Kalau kita tetapkan status tersangka seseorang itu ada kewajiban KPK menyampaikan surat ke beliau dan beliau sudah menerimanya," sambungnya.
Mengenai jadwal pemanggilan Imam Nahrawi, Syarif mengaku belum mengetahui persis. Tapi Syarif menyinggung ketidakhadiran Imam Nahrawi dalam sejumlah panggilan saat penyidikan.
Imam Nahrawi menjadi tersangka suap dana hibah KONI dan penerimaan lain berkaitan dengan jabatannya. Total uang yang diduga diterima Imam sebesar puluhan miliar rupiah.
Dalam rentang 2014-2018, Imam Nahrawi melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum, diduga menerima uang Rp 14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, Imam Nahrawi dalam rentang 2016-2018 menerima uang Rp 11,8 miliar sehingga total dugaan penerimaan uang sebesar Rp 26,5 miliar.
Uang yang diterima tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini