"Proposalnya dari mana yang diajukan Pak Bowo?" tanya jaksa KPK saat bertanya kepada Serly dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
"Minahasa Selatan," jawab Serly, yang dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bowo Sidik merupakan anggota DPR Fraksi Golkar dari Dapil Jawa Tengah. Jaksa bertanya soal boleh-tidaknya Bowo Sidik mengusulkan proposal pembangunan pasar di daerah lain.
"Sepengetahuan Ibu, apakah memungkinkan orang yang dapilnya Jawa Tengah, kemudian mengusulkan pembangunan pasar di Minahasa, bisa? Tahu tidak?" tanya jaksa.
"Saya juga nggak tahu sih, kenapa Pak Bowo bisa mengusulkan Minahasa Selatan saya juga nggak tahu," kata Serly.
Kepada Serly, jaksa bertanya kembali soal disetujui-tidaknya proposal tersebut oleh Kemendag. Namun Serly mengaku tidak mengetahui hal tersebut karena Bowo tidak pernah memberikan informasi.
"Akhirnya proposal pembangunan pasar Minahasa tadi di-acc (disetujui) tidak oleh Kemendag?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu kalau itu. Pak Bowo yang tahu hasil akhirnya," kata Serly.
Serly juga mengaku tidak mengetahui ada-tidaknya penerimaan fee kepada Bowo Sidik soal proposal tersebut.
"Kalau untuk yang pembangunan pasar tadi tahu tidak ada pemberian (uang) ke Pak Bowo?" kata jaksa.
"Nggak tahu juga," ucap Serly.
Dalam kasus ini, eks anggota DPR Bowo Sidik Pangarso didakwa menerima gratifikasi sekitar Rp 7,7 miliar. Selain gratifikasi, Bowo menerima uang suap sekitar Rp 2,6 miliar karena membantu PT HTK mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pilog. (jbr/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini