"Kalau di satu sisi saya masih mendorong revisi UU KPK berhenti dan Jokowi bisa menarik suspresnya, tapi kita tahu bahwa sulit berharap lebih jauh karena kaitannya tidak ada itikad baik dari presiden untuk segera melakukan hak tersebut, terlihat memang proses terus berjalan," ujar Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi kepada wartawan, Selasa (17/9/2019).
Fajri mengatakan, pembahasan revisi UU KPK itu terkesan ugal-ugalan. Menurutnya, banyak prosedur pembuatan undang-undang yang dilanggar dalam revisi UU KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fajri pun melihat tidak ada keseriusan pemerintah dalam mewujudkan demokrasi yang transparan. Dalam hal ini, kata dia, baik DPR ataupun pemerintah terkesan sembunyi-sembunyi dalam pembahasan UU KPK.
"Jadi kita sedang berhadapan dengan situasi dimana legislatif dan eksekutifnya ini sama-sama tidak pro terhadap pembentukan perundang-undangan yang transparan dan akuntabel," katanya.
"Ini tanda bahaya bagi masyarakat sipil, dimana pelibatan publik sangat minim bahkan terkesan sembunyi-sembunyi dan ini hanya untuk kepentingan sekelompok orang saja, ini jelas melanggar banyak prinsip terutama di negara demokrasi dan itu menjadi sebuah kesalahan terbesar yang pernah dilakukan," lanjut Fajri.
Proses pembahasan revisi UU KPK hingga kini terus berlanjut. Bahkan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk mengesahkan revisi UU KPK di rapat paripurna.
Kesepakatan itu disampaikan dalam rapat kerja antara Baleg dengan pemerintah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019). Namun tidak dijelaskan lebih lanjut kapan paripurna untuk mengesahkan revisi UU KPK digelar. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna H Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Syafruddin. (eva/mae)