Jakarta - Mantan Wakil Ketua
KPK Mochamad Jasin mengkritik rencana revisi UU KPK hingga pimpinan KPK baru yang terpilih saat ini. Dia membandingkan
political will pemberantasan korupsi era Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini kelihatannya justru
political will dari pemerintah itu kan eksekutif dan legislatif itu sudah berubah dari masa ke masa. Kalau pada saat pemerintahan Megawati, SBY, itu ada
political will dalam pemberantasan korupsi, pada awalnya Pak Jokowi juga masih ada, tapi sekarang berbalik,
political will-nya melemahkan, bukan menguatkan KPK, di dalam melaksanakan tugas negara dalam pemberantasan korupsi tentunya bersama-sama instansi penegak hukum lainnya dan nonpenegak hukum," kata Jasin, Sabtu (14/9/2019).
Dia mengatakan
political will Jokowi soal pemberantasan korupsi bisa dilihat dari banyak hal. Jasin menyebut
political will itu antara lain terlihat dari sikap Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK hingga sepakatnya pemerintah dan DPR melakukan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
Political will ini ya dilihat di saat pemilihan para calon pimpinan yang mendapat masukan dari masyarakat luas, dari KPK, tapi kan tidak diperhatikan baik oleh pansel, oleh presiden dan oleh legislatif. Kemudian menyusul untuk revisi undang-undang seluruh fraksi yang ada di DPR ini menyetujui. Jadi
political will-nya memang setuju bahwa KPK ini dibuat tidak berdaya," jelasnya.
Menurutnya, pemerintah bersama DPR sengaja membuat KPK tetap ada secara organisasi. Tapi fungsi KPK untuk memberantas korupsi itu tidak berjalan maksimal.
"Ada organisasinya, harusnya punya sesuatu tapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Di luar negeri, wah ada lembaga sesuai UNCAC, sesuai dengan reformasi Indonesia, dulu kan reformasi hukum, ekonomi, keuangan. Salah satunya reformasi hukum itu akhirnya tertuang di Pasal 43 UU 31/1999 itu masih kuat-kuatnya semangat memberantas korupsi. Sekarang dari pihak legislatif, eksekutif, yudikatif, swasta, BUMN kan banyak di KPK itu, mereka tidak nyaman, terganggu kepentingannya," ucap Jasin.
Jasin menilai, jika revisi UU KPK jadi disahkan dan fungsi KPK diperlemah, akan sulit kembali kuat seperti sekarang. Menurutnya, Jokowi jangan mau mengikuti kemauan DPR dalam merevisi UU KPK yang di dalamnya terdapat poin-poin yang malah memperlemah lembaga antirasuah itu.
"Posisi revisi bola nya ada eksekutif yang dibahas Kementerian Hukum dan HAM dan Kemenpan dan jajarannya kan. Harapannya jangan mau mengikuti sama persis yang diinginkan DPR. Oknum-oknum yang ada di DPR merasa terganggu kepentingannya," ucapnya.
"Program nasional pemberantasan korupsi kan yang mencanangkan eksekutif. Kalau KPK dibuat lemah,
gimana bisa melaksanakan program nasional. Mungkin hanya seperti pernyataan kosong artinya hanya
lip service saja. Jadi sekarang ini Bapak Presiden harus ditunjukkan
record pemberantasan korupsi," ucapnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini