"Saya terus terang, saya juga agak kecewa kalau dianggap KPK itu tidak melakukan pencegahan. Bahkan menurut saya banyak sekali uang yang diselamatkan KPK itu dari pencegahan dibanding dari penindakan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uang yang misalnya untuk pembelian minyak ini banyak sekali tapi kemungkinan untuk kita recover itu sulit karena apa? Terjadi di luar negeri semua sudah dibikin sulit semuanya. Tetapi untuk menyelamatkan aset kereta api Republik Indonesia yang kita bantu nggak pernah itu dianggap sebagai prestasi KPK, padahal semuanya. Oh tiba-tiba DKI Jakarta kita bisa tingkatkan dari yang sedikit dia dapatkan dari iklan menjadi triliunan seperti itu, oh nggak dianggap sebagai," ujarnya.
"Misalnya kita oleh TNI diminta bantuin untuk menginventarisir tanah-tanah milik TNI. Jumlahnya gila, banyak sekali dan triliunan nilainya, wah itu tidak dianggap sebagai pencegahan. Banyak lagi kita bisa mendapatkan dari 10.000-an lebih izin usaha pertambangan kita temukan lebih 6.000 konsesi itu ternyata tiada izinnya dan nggak bayar pajak kita selamatkan oh dianggap juga nggak melakukan pencegahan. Pencegahan apalagi?" lanjut Syarif.
Dia mengatakan pencegahan korupsi tak bisa dilakukan sendiri oleh KPK. Dia menyebut lembaga pemberantasan korupsi di negara lain seperti Hong Kong malah menomorsatukan penindakan para koruptor.
"Oleh karena itu berpikir bahwa pencegahan itu nggak boleh dilakukan oleh KPK sendiri. pencegahan itu kita harus ramai-ramai kalau misalnya di parlemen maka kita sama-sama untuk mencegahnya, di eksekutif kita juga sama-sama selama dimintai pasti kita dengan senang hati untuk itu. Saya pikir yang seharusnya lebih difokuskan bahwa parlemen harus menjaga betul-betul rambu-rambu agar tidak ada lagi terjadi tindak pidana korupsi di sana," jelasnya.
Syarif pun menegaskan KPK saat ini tidak memerlukan revisi UU KPK. Dia mengatakan yang diharapkan KPK adalah revisi UU Tipikor. Dia menyebut ada KPK yang dibentuk UU 30/2002 juga menjadi acuan dari lembaga antikorupsi di negara lain.
"Kami tidak, belum dibutuhkan sama sekali. Bahkan ada beberapa hal mengapa tidak perlu direvisi karena banyak negara lain yang mencontoh KPK, dulu Prancis itu tidak punya lembaga antikorupsi. Dia membentuk Setelah dia melihat KPK dan membaca Jakarta Principle. Jakarta Principle itu ditegaskan pada zaman Presiden SBY di Jakarta bahwa independensi lembaga antikorupsi itu sangat penting. Tolong dilihat itu Jakarta principle dia setuju di Jakarta di masa kita ada di Indonesia dan disetujui di Jakarta oleh semua lembaga antikorupsi dunia, tiba-tiba kita ingin mengubahnya tidak sesuai dengan Jakarta Principle," ucapnya.
Sebelumnya, ahli hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto menilai revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 hanya akan membuat KPK menjadi lembaga pencegahan korupsi. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Hendrawan Supratikno tak sepakat dengan penilaian Agus.
"Lembaga antirasuah seperti KPK memiliki fungsi pencegahan dan penindakan. Pencegahan lebih bersifat jangka panjang, edukatif dan sistemik. Penindakan lebih heroik dan populer. Keduanya penting dan harus dikombinasikan dengan baik dan saling melengkapi," kata Hendrawan kepada wartawan, Senin (9/9).
"Revisi UU KPK menyeimbangkan kepentingan membangun lebih yang efektif dan kredibel, tetapi juga memiliki tata kelola yang sehat dan tidak rentan terhadap penyimpangan," jelasnya. (haf/idn)