Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meminta pemerintah terus mengedepankan sikap persuasif dalam menangani masalah di Papua. Dengan mengutamakan pendekatan dialog dengan masyarakat setempat tanpa adanya kekerasan sekalipun.
"Kita mohon kepada pemerintah tadi agar profesional dengan menangani masalah. Sebenarnya saya sudah mengatakan waktu di Denpasar pada kongres PKB saya sudah mengatakan bahwa utamakan dialog, utamakan persuasif kemanusiaan, jangan terus langsung dengan pendekatan keamanan, kekerasan, bedil, kita hindari itu," ujarnya saat jumpa pers di gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bisa selesaikan masalah sekarang, tapi kalau masalah mendasar tidak diselesaikan ini akan berulang, hanya soal waktu, nanti ada celetukan kecil saja itu akan meledak lagi. Jadi, menurut saya, pemerintah membuka road map Papua itu, saya tidak mengatakan hanya itu, itu salah satu bahan studi, pintu masuk masalah Papua," ucapnya.
Para tokoh lintas agama lain yang hadir di antaranya perwakilan dari Konferensi Wali Gereja (KWI), Romo Heri Wibowo; rohaniwan-budayawan Franz Magnis-Suseno; perwakilan Biro Papua PGI Ronald Rischardt; putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid Alissa Wahid; serta Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid.
Berikut ini lima pernyataan sikap yang dibacakan oleh tiap tokoh lintas agama.
1. Mendorong pemerintah untuk menciptakan perdamaian yang abadi di Papua. Perdamaian harus diletakkan sebagai puncak dan tujuan dalam membangun kehidupan berbangsa dalam bingkai kebinekaan.
2. Mendorong Pemerintah agar mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua dan sejauh mungkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk.
3. Meminta kepada segenap tokoh bangsa, pemuka agama, tokoh adat dan segenap elemen bangsa untuk membantu bahu-membahu merajut dialog guna merekatkan bangunan kebersamaan antar masyarakat.
4. Meminta kepada Pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus, yang antara lain pembentukan Komisi HAM, Pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berkedudukan di Papua. Kelembagaan ini penting untuk digunakan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Selain itu, pemerintah juga perlu mengutamakan pendekatan musyawarah dalam menanggapi aspirasi-aspirasi masyarakat yang berkembang.
5. Meminta segenap pihak dan seluruh komponen bangsa untuk menahan diri dari mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat memperkeruh keadaan (di segala ruang publik, termasuk di media sosial) dan mari kita ciptakan suasana yang sejuk, tenang dan damai. Kepada aparat penegak hukum, kami juga mengingatkan agar lebih proporsional dalam merespon komentar-komentar warga masyarakat yang beredar terutama di media sosial. (eva/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini