"Dia (KPK) dilengkapi dengan mekanisme internal yang menurut saya itu terpakai, misalnya dia punya pengawasan internal," ujar Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Tama Satya Langkun, dalam diskusi 'Perspektif Indonesia: KPK dan Revisi Undang-undangnya' di Gado-Gadi Boplo, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).
Baca juga: ICW Pertanyakan Substansi Revisi UU KPK |
Tama mengatakan proses pengawasan internal KPK saat ini berjalan dengan baik. Pengawasan ini disebut dari kinerja KPK hingga masing-masing individu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya upaya mengawasi dari mulai yang namanya kinerja sampai individu-individu itu berjalan dari mulai UU, masyarakatnya, termasuk internalnya," sambungnya.
Menurut Tama, tidak hanya soal perkara etik, KPK juga terbuka dengan dapatnya pimpinan KPK digugat. Dia mengatakan hal ini pernah dilakukan ICW terkait rotasi jabatan.
"Pengawasan KPK sudah berjalan dengan baik, jangankan soal etik, pimpinan aja itu bisa kita gugat. Kemarin kita (ICW) gugat ke PTUN soal rotasi yang kita anggap tidak sesuai dan diterima," kata Tama.
Tama menyebut UU KPK pun saat ini berbeda dengan UU lainnya, mengingat tahap seleksinya pun melibatkan pendapat publik.
"Sekarang coba lihat dari bentuk UU KPK dan UU lainnya, dari mulai tahap seleksi dia harus minta pendapat publik, jadi sebetulnya bentuk pertanggung jawabanya kepada publik," tuturnya.
DPR sebelumnya menyepakati revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi RUU usulan DPR. Selanjutnya, revisi UU KPK akan dibahas bersama pemerintah.
Dalam draf revisi UU KPK kali ini, kewenangan KPK makin dibatasi dengan adanya dewan pengawas. Penyadapan hingga penggeledahan harus seizin dewan pengawas tersebut. Revisi UU KPK juga mengatur soal penghentian kasus.
Halaman 2 dari 2











































