Laporan itu diterima Polda Metro Jaya tertanggal 28 Agustus 2019. Pelapor disebutkan bernama Agung Zulianto yang menyebutkan dugaan penyebaran berita bohong pada kurun waktu Mei hingga Agustus 2019 dengan korban pemuda kawal KPK dan masyarakat DKI Jakarta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengamini adanya laporan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 Ayat (2) Jo Pasal 27 Ayat (3) UU RI No 19 Tahun 106 tentang ITE. Namun Argo tidak menyebutkan detail dugaan pelanggaran apa yang dilaporkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya masih diselidiki," ucap Argo.
Selain Febri, ada 2 nama yang juga dipolisikan yaitu Adnan Topan Husono dan Asfinawati. Adnan diketahui sebagai koordinator di Indonesia Corruption Watch (ICW), sedangkan Asfinawati adalah Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI.
Lalu apa tanggapan 3 tokoh tersebut?
Informasi resmi tentang laporan itu disebut Febri belum berada di tangannya. Namun Febri menduga bila laporan itu berkaitan dengan seleksi calon pimpinan (capim) KPK.
"Kalau melihat informasi yang ada, pemberitaan dan juga mungkin informasi-informasi lain yang beredar, dan momen pelaporannya saat ini, kami menduga pelaporan ini memang terkait dengan apa yang sedang kami kawal bersama saat ini yaitu proses seleksi Capim KPK, tapi apa kepentingan pihak pelapornya, saya juga tidak kenal pelapornya," ucap Febri.
Namun Febri tidak terlampau khawatir telah dipolisikan. Dia merasa apa yang dilakukannya adalah sebagai representasi KPK untuk menjunjung tinggi independensi serta mengawasi proses seleksi agar kelak terpilih sosok berintegritas sebagai pimpinan KPK.
"Yang perlu diingat adalah upaya untuk mengawal proses seleksi ini akan terus dilakukan," kata Febri.
Sedangkan Asfinawati mengerutkan dahi soal laporan itu. Dia mempertanyakan kepentingan si pelapor.
"Yang menarik adalah (kalau) kita bisa mendalami pelapor ini memiliki hubungan kepada siapa, sehingga kita tahu kepentingan siapa sebetulnya yang sedang terganggu dan coba dibawa oleh pelapor ini," kata Asfinawati.
Dia berkata, pelaporan itu tak mengurangi perhatian publik untuk ikut mengawasi proses seleksi capim KPK. Pelaporan itu, menurutnya, bukan hal baru.
"Kita harus fokus pada pemilihan calon pimpinan KPK yang sedang diproses oleh pansel, dan laporan-laporan seperti ini bukan hal yang baru dan bukan yang pertama kali, kalau kita ingat kira-kira 10 tahun yang lalu ada cicak vs buaya 1, cicak vs buaya 2, cicak vs buaya 3," ucapnya.
Setali tiga uang, Adnan menduga pelaporan itu bermotif mengganggu pengawalan seleksi capim KPK. Meski begitu Adnan enggan ambil pusing atas laporan itu dan mengatakan tetap fokus mengawasi proses seleksi capim KPK yang sudah masuk ke tahap akhir.
"Kami juga sudah mendapatkan informasi siapa pelapornya apa background-nya apa, motifnya, siapa yang ada di balik itu sehingga informasi itu cukup memadai bagi kami untuk mengambil sebenarnya sikap. Oleh karena itu, sebenarnya alih-alih merespons laporan itu, kami tetap akan fokus pada detik-detik terakhir ini dalam proses seleksi," ujarnya.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini