Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'

Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 30 Agu 2019 06:21 WIB
Ridwan Saidi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Budayawan Ridwan Saidi menyatakan Sriwijaya dan Tarumanegara adalah kerajaan fiktif. Pernyataan ini tentu melawan arus pemahaman sejarah yang mapan. Apakah pernyataan Ridwan cukup kuat? Mari membedah keterangan Ridwan.

Keterangan Ridwan Saidi disampaikannya dalam akun YouTube Macan Idealis yang dipandu oleh Vasco Ruseimy. Ada dua video utama terkait Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Tarumanegara.



Pertama, video berjudul 'Mengejutkan !! BABE RIDWAN SAIDI NGAMUK, Ternyata Sriwijaya Adalah Kerajaan Palsu dan Fiktif' diunggah 23 Agustus 2019'. Video kedua berjudul 'GEGER !! Terbongkar Ternyata Sriwijaya Hanyalah Bajak Laut, dan Banyak Kerajaan Fiktif di Indonesia' diunggah 25 Agustus 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam video 'Geger !!' Ridwan menjelaskan bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah fiktif. Yang selama ini diyakini sebagai Sriwijaya bukanlah Kerajaan, melainkan gerombolan bajak laut yang bermukim di Koromandel (Chola Mandala) di pantai tenggara India Abad ke-7 Masehi. Berikut penuturan Ridwan yang menyebut nama I Ching dari Tiongkok sebagai landasan ceritanya.

1. Soal I Ching

Ridwan Saidi:
Kaisar Tiongkok pada waktu itu memanggil I Ching. I Ching adalah seorang pengelana, reporter lah, semacam Ferdinand (Fernao?) Mendes Pinto yang kita ceritakan dalam video yang lain. I Ching diminta oleh raja untuk mencari di mana lokasi Sriwijaya, karena kapal dagang Tiongkok semua terbenam di laut, di sekitar Teluk Benggala sampai Selat Malaka. I Ching pergi mencari, Abad ke-7. I Ching meluangkan waktunya sampai 25 tahun mencari lokasi Sriwijaya. Ke Bali dia pergi.

Catatan:
Berdasarkan penelusuran detikcom, I Ching juga dikenal sebagai Yi Jing, kadang juga ditulis sebagai I Tsing. Benar seperti kata Ridwan Saidi, I Ching hidup di Abad 7, yakni antara 635 sampai 713 Masehi. Dia hidup di era Dinasti Tang.



Namun I Ching bukanlah seorang pengelana atau 'reporter' semacam Mendes Pinto dari Portugal sebagaimana dikatakan Ridwan Saidi. I Ching adalah bhiksu yang menuntut ilmu ke Sriwijaya dan India. Dia termasuk orang Tiongkok yang bolak-balik ke Sumatera Selatan guna menjalani laku intelektual-keagamaan. Dahulu kala, Sriwijaya adalah pusat pendidikan agama Budha. I Ching menyebut Sriwijaya sebagai 'Shili Foshi'.

Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'Foto ilustrasi (Jorge Silva/Reuters)

Kesaksiannya tentang Sriwijaya termuat dalam 'Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Laut Selatan' atau 'Nanhai Ji Gui Neifa Zhuan'. Buku Yi Jing tersebut sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Ditjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Sriwijaya adalah bajak laut Suku Bangsa Vijayalaya?

Ridwan Saidi:
I Ching dalam laporannya mengatakan pada akhirnya dia mampir di Kedah (sekarang Malaysia). Orang Kedah mengatakan, Cek I Ching, Sriwijaya punya kerajaan 'tu tak ade lah di dekat sini. Itu adalah di Koromandel, pantai timur India. Itu bukan kerajaan. Itu adalah bajak laut lah. Lantas I Ching pergi ke Koromandel. Dia berjumpa dengan Suku Bangsa Vijayalaya. Itu I Ching menginterview mereka, mereka mengaku memang mengganggu kapal-kapal Tiongkok yang kagak mau menyetor, kalau jaman sekarang ditenggelamin.

Catatan:
Vijayalaya yang disebut Ridwan bukanlah nama suku bangsa, melainkan nama Raja Chola (Koromandel). Vijayalaya Chola of Thanjaur adalah raja yang membawa Kerajaan Chola muncul di abad pertengahan, tahun 850 M, menjadi kekuatan di India selatan. Dia memerintah hingga 1070 M.


Apakah Kerajaan Chola adalah gerombolan bajak laut? Bukan. Chola adalah kerajaan di Abad Pertengahan, bahkan Chola lah yang menginvasi Sriwijaya.

3. Suku Bangsa Shapur dari Persia?

Ridwan Saidi:
I Ching menginterview mereka (bajak laut Koromandel suku bangsa Vijayalaya). Mereka mengaku memang mengganggu kapal-kapal Tiongkok yang kagak mau menyetor ditenggelemin. Lantas I Ching bilang, kamu orang siapa suruh? Dia bilang dia disuruh oleh Suku Bangsa Shapur dari Persia. I Ching pergi ke Shapur dan dia jumpai orang Shapur itu.

Catatan:
Shapur bukanlah nama suku bangsa sebagaimana dikatakan Ridwan Saidi. Shapur adalah nama Raja Persia Kekaisaran Sasaniyah (Sasanian). Ada dua Shapur. Pertama, Shapur Agung atau dikenal sebagai Shapur I (meninggal 270 M). Kedua, yakni Shapur II lahir 309 M. Pada tahun itu, I Ching Bhiksu dari Tiongkok tentu saja belum lahir.

4. Suku Bangsa Sangkalan nenek moyang Rohingya?

Ridwan Saidi:
Sementara itu Suku Bangsa Sangkalan dari Bangladesh menyerang habis-habisan bajak laut Sriwijaya ini (Chola/Koromandel/Bangsa Vijayalaya menurut Ridwan Saidi). Pertempuran terjadi di Teluk Benggala. Nah Suku Bangsa Sangkalan ini melindungi bangsa-bangsa Indochina. Suku Sangkalan ini kemudian terkenal sebagai orang Rohingya, hahaha... Karena itu mereka merasa berhak tinggal di Burma.



Catatan:
Dilansir Aljazeera yang mengutip Arakan Rohingya National Organisation, Rohingya telah ada di Arakan sejak dahulu kala. Etnis Rohingya masuk dalam rumpun Indo-Arya, sama seperti orang India, Bengali, Pakistan, dan rumpun Persia. Mereka berbeda dengan orang Rakhine yang kini juga tinggal di Arakan, orang Rakhine adalah rumpun Sino-Tibetan, sama dengan orang Indo-China pada umumnya.

Buku The History of Myanmar karya William J Topich dkk menyebut penghuni kawasan Arakan pada Abad ke-4 SM adalah orang rumpun India, bukan orang rumpun Burma atau Myanmar modern seperti pada umumnya. Buktinya adalah artefak-artefak beraksara Sansekerta. Burma/Myanmar adalah kawasan Indochina awal yang berhasil di-Indianisasi. Pada Abad ke-10, barulah orang-orang etnis Burma bermigrasi dari Himalaya timur ke Arakan. Hingga saat ini, detikcom belum menemukan catatan soal Suku Bangsa Sangkalan seperti yang disebut Ridwan Saidi.

5. Sriwijaya adalah sebutan Ibu Kota Kerajaan Champa Abad ke-13?

Ridwan Saidi:
Ada lagi Sriwijaya Abad 13, tapi ini adalah Kerajaan Champa. Itu ada di Champa, yang sekarang Vietnam. Champa ini ibu kotanya adalah Wijaya. Dia beribu kota di situ. Mereka mengatakan 'Sri Wijaya', 'Wijaya yang Manis'. 'Sri' kan artinya 'manis' dan 'indah'. Mereka membuat prasasti, prasasti sekitar tujuh yang ditemukan di sekitar Sumatera bagian selatan dan Bangka itu prasasti kembaran. Jadi ada dua prasasti dibikin dua kopi. Ditaruh di Sumatera bagian selatan, Jambi dan Bangka. Itu karena di situ ada komunitas Champa. (Sriwijaya di versi Abad ke-7) Itu bajak laut. Kalau di versi Abad ke-13 itu Champa.

Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'Foto: Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya (Raja Adil Siregar/detikcom)

Catatan:
Memang benar, Vijaya (atau bisa juga dibaca 'wijaya') merupakan Ibu Kota Kerajaan Champa. Dalam buku 'Champa and the Archeology of Mα»Ή SΖ‘n (Vietnam)' dikatakan Vijaya adalah ibu kota terakhir Kerajaan Champa. Bila menggunakan peta saat ini, lokasi Vijaya ada di Provinsi Binh Dinh Vietnam. Champa beserta ibu kotanya dicaplok Vietnam pada 1471 M. Namun detikcom belum menemukan keterangan yang mendukung teori bahwa Sriwijaya adalah Vijaya Ibu Kota Champa, selain keterangan Ridwan Saidi sendiri.

Vijaya adalah nama atau istilah yang umum dalam Bahasa Sanskerta. Selain menjadi nama Ibu Kota Champa pada Abad Pertengahan, Pangeran Vijaya juga menjadi nama Raja Pertama Sri Lanka yang legendaris. Raja pertama Majapahit juga bernama Wijaya. Di Thailand, nama Srivijaya bahkan dipakai sebagai nama universitas, yakni Rajamanggala University of Technology Srivijaya.

6. Jejak Kerajaan Sriwijaya tak ada?

Ridwan Saidi:
Orang ingin membuktikan bahwa itu adalah riil ya (keberadaan Kerajaan Sriwijaya), tapi dia nggak bisa buktikan sampai gini hari. Jejaknya nggak ada. Lalu dia buatlah lukisan-lukisan seolah-olah Kerajaan Sriwijaya di pinggir Sungai Musi. Kagak ada.



Catatan:
Artefak-artefak peninggalan Kerajaan Sriwijaya benar-benar ada. Di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang terdapat Arca Ganesha setinggi 175 cm. Pernah pula ditemukan di daerah 35 Ilir Kota Palembang, yakni Prasasti Kedukan Bukit, memuat Bahasa Melayu Kuno. Ada pula Prasasti Talang Tuo, dilansir Kemendikbud, dibikin tahun 684 M, ditemukan di sebelah barat Kota Palembang tahun 1920. Candi Muaro Jambi juga merupakan peninggalan Sriwijaya.

Sejarawan JJ Rizal tetap yakin Kerajaan Sriwijaya benar-benar pernah ada. Dia tidak setuju dengan pernyataan Ridwan yang menyangkal keberadaan Sriwijaya. "Saya tidak setuju selama dia tidak dapat menunjukkan bukti yang dikatakannya. Sementara ini, Sriwijaya sudah menjadi accepted history. Penelitian dan penulisan Sriwijaya sudah berjalan selama satu abad lebih. Tak mudah menyatakan Sriwijaya kereajaan fiktif dengan perjalanan panjang risetnya yang begitu intensif, terutama sejak 1980-an oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan peneliti EFEO (Sekolah Prancis untuk Timur Jauh) Prancis," tutur JJ Rizal kepada wartawan.

7. Tarumanegara fiktif?

Ridwan Saidi:
Tarumanegara, yes fiktif, fiktif berat. Itu adalah kesalahan arkeolog terutama Poerbatjaraka yang dianggap mbahnya arkeolog. Dia mengira prasasti-prasasti yang ada di Jawa bagian barat, Jakarta saya masukkan Jawa bagian barat, dan Jawa Tengah itu berbahasa Sanskerta dan beraksara Palawa. Dia salah. Itu adalah berbahasa Hindi-Khmer. Jadi tebak-tebakan Poerbatjaraka ngawur sama sekali ketika dia mentarjamah Prasasti Sukapura, Tanjung Priok.

Catatan:
Ridwan Saidi menyoroti Tarumanegara, kerajaan menyebut prasasti yang ditemukan di Tanjung Priok Jakarta sebagai Prasasti Sukapura. Namun, prasasti yang ditemukan di Tanjung Priok bernama Prasasti Tugu. Prasasti tugu dipahatkan pada batu andesit berbentuk bulat telur dengan tinggi 1 meter. Tulisan pada prasasti ini berjumlah 5 baris, beraksara Pallawa, berbahasa Sansekerta.



Dilansir dari situs web Kemendikbud, Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang dikeluarkan oleh Purnawarman, berisi keterangan mengenai penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnnawarman dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Prasasti tugu dipahatkan pada batu andesit berbentuk bulat telur dengan tinggi 1 meter. Tulisan pada prasasti ini berjumlah 5 baris, beraksara Pallawa, berbahasa Sansekerta. Prasasti ini berasal dari pertengahan Abad V Masehi.

Arkeolog Universitas Indonesia (UI) Ninny Soesanti Tedjowasono menjelaskan kepada detikcom perihal prasasti ini. Sebagai seorang epigraf (ahli membaca prasasti dan tulisan kuno), Ninny memastikan bahasa yang digunakan di Prasasti Tugu adalah berbahasa Sanskerta, bukan berbahasa Hindi-Khmer seperti yang dikatakan Ridwan Saidi.

Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'Dr. Ninny Soesanti Tedjowasono (Dok Universitas Indonesia)

"Saya epigraf dan mengerti Bahasa Sanskerta. Sangat jelas Prasasti Tugu berbahasa Sanskerta dengan Akasara Pallawa," kata Ninny. "Prasasti Khmer pada Abad ke-6 juga masih berbahasa Sanskerta," sambungnya.



Sebagai seorang ahli yang telah mengabdikan dirinya di jalur disiplin arkeologi bertahun-tahun, Doktor usia 60 tahun ini menyimpulkan Kerajaan Tarumanegara benar-benar ada, tidak seperti yang Ridwan Saidi katakan. "Tarumanegara itu tidak fiktif, Prasastinya ditemukan di daerah Tugu, Jakarta Utara, dan lima lainnya di Bogor, hanya dua yang sudah tidak bisa dibaca lagi. Jelas-jelas menyebut Raja Purnawarman dari Tarumanegara," kata dia.

8. Poerbatjaraka ngawur dan salah baca prasasti?

Ridwan Saidi:
Jadi tebak-tebakan Poerbatjaraka ngawur sama sekali ketika dia mentarjamah Prasasti Sukapura, Tanjung Priok. Itu ngawur, karena Prasasti Sukapura itu bukan menggali parit 20 km di Bekasi, bukan, itu adalah ode, satu lagu pujaan dari gadis yang belum berusia 17 tahun yang menangisi meratapi kepergian Purnawarman. Purnawarman adalah Raja Khmer.

Prasasti yang dia (Poerbatjaraka) salah terjemah adalah Prasasti Kebon Kopi II. Dalam Prasasti Kebon Kopi II dikatakan 'Sri Matah Purnawarmanah tarun a naga', 'gelar Purnawarman adalah taruna naga' bukan Tarumanegara, dari mana jalannye?



Catatan:
Profesor Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka (1884-1964) adalah tokoh arkeologi Indonesia. Poerbatjaraka memang benar terlibat dalam penafsiran Prasasti Tugu yang ditemukan di kawasan Tanjung Priok. Transkripsi prasasti ini pertama kali dikerjakan oleh H.Kern (1885, 1910, 1911) sedangkan pembahasan dan penafsiran prasasti tersebut antara lain dikemukakan oleh N.J. Krom (1926, 1931), F.D.K. Bosch (1951, 1961), Poerbatjaraka (1952), J. Noordyun dan H. Th. Verstappen (1972).

Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'Foto: Prasasti Tugu, bukti Kerajaan Tarumanegara. (Dok Situs Kemendikbud)

Benarkah isi prasasti yang ditemukan di Tanjung Priok berisi nyanyian pujaan untuk Raja Khmer? Dilansir dari situs web Kemendikbud, berikut adalah isinya:

Alih aksara:
1. pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyata, purim prapya
2. candrabhagarnnavam yayau || prawarddhamana dvavinsad vatsara sri gunaujasa narendradhvajabhutena
3. srimata purnnavarmmana || prarabhya phalgune mase khata krsnastasmi tithau caitra suklatrayodasyam dinais siddhaikavinsakaih
4. ayata sadsahasrena dhanusam sasatena ca dvavinsena nadi ramya gomati nirmalodaka || pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim
5. brahmanair ggosahasrena prayati kradaksina

Alih bahasa:
"Dulu (sungai yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat (yakni Raja Purnnawarman) untuk mengalirkannya ke laut, setelah (sungai ini) sampai di istana kerajaan yang termahsyur. Di dalam tahun ke-22 dari takhta Yang Mulia Raja Purnnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (sekarang) beliau menitahkan pula menggali sungai yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, setelah itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Nenekda (Sang Purnnawarman). Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal 8 paroh-gelap bulan Phalguna dan selesai pada hari tanggal 13 paro-terang bulan Caitra, jadi hanya 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6122 dhanus (busur) [= lk. 11 km] Selamatan dilakukan oleh para brahmana disertai 100 ekor sapi yang dihadiahkan.

"Prof Poerbotjaraka sama sekali tidak salah dan banyak ahli epigrafi asing yang paham Bahasa Sanskerta menyatakan demikian," kata Ninny Soesanti Tedjowasono, epigraf dari Departemen Arkeologi UI.

9. Purnawarman Raja Khmer?

Ridwan Saidi
Yang paling menyedihkan adalah Prasasti Sukapura di Tanjung Priok. Itu adalah lagu pujaan seorang gadis yang migran ke Indonesia, merindukan Purnawarman, raja yang terkenal, berhasil, sukses, memakmurkan rakyatnya. Dia menangisi kepergian Purnawarman. Dari mana saya tahu itu seorang gadis? Karena pembatas garis dia pakai bunga kali. Setangkai bunga kali adalah lambang kegadisan di Champa waktu itu, walau anak ini merindukan Raja Khmer, tapi itu waktu Khmer memakmurkan seluruh Indochina, jadi gadis ini juga melagukan itu. Dia adalah Raja pertengahan Abad 13, ketika dia bertahta dan diserang oleh Siam.



Catatan:
Ridwan Saidi meyakini Purnawarman adalah Raja Khmer Abad ke-13. Apakah itu benar? Berdasarkan penelusuran detikcom, tidak ada Raja Khmer dari Abad Pertengahan yang bernama Purnawarman. Berikut adalah daftar Raja Khmer pada Abad ke-13:

1181-1218: Jayavarman VII
1219-1243: Indravarman II
1243-1295: Jayavarman VIII
1295-1308: Indravarman III

Jadi bagaimana menurut Anda? Apakah penjelasan Ridwan Saidi cukup kuat untuk bertahan dari telaah kritis?


Simak Video "Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Tepis Sriwijaya Fiktif"

[Gambas:Video 20detik]


Membedah Pernyataan Ridwan Saidi 'Sriwijaya dan Tarumanegara Fiktif'
(dnu/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads