"Pemilu 2019 bulan April 17 memilih siapa? Kemudian kita cross mereka yang mengatakan sangat banyak, atau cukup banyak bahwa pemerintah sudah bekerja dalam memberantas korupsi itu yang memilih Pak Jokowi itu 63,4%. Jadi orang yang mengevaluasi positif bahwa presiden bahwa pemerintah sudah bekerja dalam memberantas korupsi itu umumnya memilih Pak Jokowi," kata peneliti senior LSI Burhanuddin Muhtadi.
Hal ini disampaikan Burhanuddin dalam rilis survei bertema 'Efek Kinerja Pemberantasan Korupsi terhadap Dukungan ke Jokowi' di Hotel Mercure Cikini, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei dilakukan pada bulan Mei 2019. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 1.220 responden yang berusia 17 tahun ke atas dengan metode multistage random sampling. Margin of error plus minus 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka. Waktu wawancara lapangan 11-16 Mei 2019, quality control juga dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel dan tidak ditemukan kesalahan berarti.
Responden diberikan pertanyaan: Menurut Ibu/bapak, apakah pemerintah sekarang sudah bekerja dengan baik dalam memberantas praktik korupsi dan suap? Hasilnya, masyarakat menilai pemerintah sudah cukup banyak bekerja memberantas korupsi dan suap.
- 10,3% menjawab ya sudah sangat banyak bekerja,
- 50,8% menjawab ya sudah cukup banyak bekerja,
- 28% menjawab belum banyak bekerja
- 0,9% menjawab belum bekerja sama sekali
- 0,2% tidak mengerti pertanyaannya
- 9,7% tidak tahu
- 0,1% menolak menjawab.
LSI menyebut lembaga yang paling mendapatkan kepercayaan publik adalah KPK, disusul posisi kedua presiden. Burhanuddin mengatakan ada korelasi signifikan antara tingkat kepuasan terhadap KPK dan tingkat kepuasan terhadap presiden.
Burhanuddin mengatakan masyarakat yang puas terhadap Jokowi, biasanya puas juga terhadap KPK. Dia mengatakan publik menaruh harapan besar agar Jokowi mengambil keputusan yang tepat dalam memilih pimpinan KPK.
"Artinya mereka yang puas terhadap Pak Jokowi itu umumnya puas terhadap KPK. Jadi kalau misalnya presiden salah langkah dalam mengambil keputusan untuk memilih pimpinan KPK yang sesuai dengan aspirasi publik bukan tidak mungkin itu akan menjadi amunisi yang akan menggerogoti kredibilitas presiden," ujar dia.
Dia mengatakan jika Jokowi salah langkah memilih pimpinan KPK, persepsi publik yang awalnya puas pada kinerja pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah maka akan berbalik. Sehingga pada akhirnya, publik yang awalnya mendukung Jokowi pun bisa tidak puas dengan kinerja Jokowi.
Diketahui, sejumlah pihak meminta Jokowi untuk ikut menyoroti proses seleksi capim KPK. Publik meminta Jokowi ikut mencermati capim KPK yang memiliki rekam jekak bersih, tidak melakukan pelanggaran etika, dan berintegritas.
"Kalau misalnya presiden salah langkah dalam menunjukkan keberpihakan dalam proses pemilihan pimpinan KPK bukan tidak mungkin yang awalnya mengevaluasi secara positif pemerintah dalam pemberantasan korupsi dibalik. Dan ketika mereka menganggap pemerintah belum cukup puas dalam menunjukkan keberpihakan terhadap agenda pemberantasan korupsi mereka cenderung tidak puas terhadap kinerja presiden. Waktunya masih panjang lima tahun, kalau sekarang belum dilantik periode dua ini bisa menjadi amunisi bom waktu," bebernya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini