"Kita coba hitung kerugian dengan teman-teman Bea Cukai terkait biaya masuk yang mereka bayar untuk pajak. Selama satu bulan mereka masukan barang 7 sampai 8 kali. Nilai pajak sekali masuk itu Rp 46,8 miliar lebih," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Iwan Kurniawan, menyebut keempat orang ini memiliki peran yang berbeda-beda. Tersangka FT berperan membeli ribuan HP ke China yang kemudian diminta untuk dikirim ke Jakarta lewat berbagai jalur.
"(Modus penyelundupannya) macam-macam, ada yang pakai kapal. Ini dari China atau Hong Kong, Singapura masuk ke Batam, diselundupkan ke Jakarta dengan jalur macam-macan tanpa bayar pajak," kata Iwan.
![]() |
Keempat tersangka itu ditangkap di tempat berbeda mulai dari rumah di kawasan Pluit, Jakarta Utara hingga di lokasi penjulan HP. Keempat orang ini diduga menjual HP dengan harga lebih murah ke toko-toko di wilayah Jakarta.
Selain menangkap para tersangka, polisi juga mengamankan barang bukti yang sudah tersebar di beberapa toko di Jakarta. "Sebanyak 5.500 sekian HP dari berbagai jenis diamankan. Mereknya ada Iphone, Samsung, Xiaomi, Sony," jelas Iwan.
Polda Metro Jaya juga menggandeng Direktorat Pemberdayaan Kosumen Kemendag untuk menyampaikan pendapatnya. Pihak Kemendag menyebut HP yang masuk ke Indonesia harus memenuhi standar dan membayar pajak. Jika tidak, konsumen akan dirugikan jika membeli HP ilegal itu.
"Ada 2 UU dilanggar (para tersangka) terkait kewajiban pelaku usaha untuk memenuhi standar, terkait kewajiban pencantuman label dan juga petunjuk penggunaan dan kartu garansi berbahasa Indonesia," kata Kepala Seksi Konsultasi Direktorat Pemberdayaan Kosumen Kemendag, Ephraim J K Caraen.
![]() |
"Kemudian ada juga modus, yaitu memperdagangkan telepon seluler yang bekas atau refurbish tapi seolah-olah telepon itu baru. Jadi informasi yang didapatkan konsumen menyesatkan," sambungnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 52 juncto 32 ayat (1) UU RI tentang tindak pidana komunikasi, Pasal 104, Pasal 106 UU RI tentang tindak pidana perdagangan dan Pasal 62 UU RI tentang perlindungan konsumen. Tersangka terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Halaman 2 dari 2