"Ini kelompok yang berasal dari Paniai. Rupanya mereka sembunyi di balik massa (damai) ini dan melakukan penyerangan kepada petugas. Sehingga petugas yang ada kemudian melakukan pembelaan diri, menggunakan yang saya dengar, menggunakan peluru karet sehingga ada juga yang terkena bagian kakinya," terang Tito di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).
Tito juga menegaskan bahwa seorang warga lainnya yang tewas berasal kelompok penyerang karena tertikam anak panah dari arah belakang atau arah datangnya penyerang. Tito mengatakan personel TNI-Polri tidak dipersenjatai anak panah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Panah itu kan kadang-kadang bisa 100 meter, kadang-kadang kalau kurang tarikannya kenanya 50 meter, kena kawan. Nah itu kira-kira," tutur Tito.
Peristiwa penyerangan terhadap TNI-Polri terjadi di Deiyai, Papua, Rabu (28/8). Penyerangan terjadi saat TNI-Polri sedang mengawal aksi demonstrasi damai di depan kantor bupati setempat. Namun tiba-tiba ada massa dalam jumlah besar melakukan keonaran.
Semula, pukul 13.00 WIT, 100 orang menyampaikan aspirasi di depan kantor Bupati Deiyai secara tertib. Pada pukul 14.00 WIT, datang massa tambahan sekitar 1.000 orang yang datang bergabung.
Setelah itu massa yang baru datang melakukan tarian perang adat Papua, yaitu tarian Waita dan menyerang anggota TNI-Polri secara membabi buta dengan senjata tajam dan anak panah. Mereka juga merampas 10 pucuk senjata dari mobil TNI yang terparkir di dekat lokasi.
Simak Video "Pesan Cinta untuk Papua dari Warga Pasuruan"
(aud/gbr)