Hamdan adalah seorang santi yang tengah memperdalam ilmu agama di Kuningan, Jawa Barat. Dia ikut program hapus tato gratis yang diselenggarakan oleh Islamic Medical Service (IMS) di kolong jalan layang Tebet, Jakarta Selatan.
"Saat ini saya kerjanya mengaji, kalau dulu kerjanya di warung makan. Sekarang ngaji aja, pengen memperbaiki diri jadi lebih baik lagi," kata Hamdan ditemui di lokasi, Sabtu (25/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu kan saya mainnya sama orang yang suka pasang tato, yang suka bikin tato, waktu di Solo. Saya kan kerja di warung makan pas di Solo. Waktu itu saya kenal sama tukang tato, jadi saya terbawa arus, bikin tato di badan. Waktu keluar sekolah, kerja langsung kan, di situlah langsung tatoan," jelasnya.
Karena keputusannya membuat tato itu, hubungan Hamdan dengan keluarganya kurang harmonis. Dia sering bertengkar dengan ayahnya gara-gara tato.
"Kalau dulu sih, kalau ibu sempat nangis. Kalau bapak sempat cekcok, adu mulut, berkelahi, gara-gara saya tatoan," katanya.
Pada 2017, dia kembali ke Kuningan hingga akhirnya mendapat pencerahan. Hamdan mulai mempelajari agama hingga akhirnya masuk pesantren.
Namun masuk pesantren ternyata juga tidak mudah. Sejumlah temannya mengejeknya lantaran jadi 'santri bertato'.
"Saya kan pengen ibadah, pengen salat, tiba-tiba ada orang yang bilang 'udah kamu percuma, ngapain salat juga, badan kamu penuh tatoan, nggak bakal diterima solatnya.' Di situ aku nangis, sedih banget, ada yang bilang kaya gitu," lanjutnya.
Namun orang tua dan guru ngajinya memberinya semangat agar tidak perlu malu untuk belajar meski badan bertato. Meski begitu, Hamdan kemudian berkeinginan menghapus tato agar bisa diterima oleh teman-temannya yang lain.
Hamdan rela pulang-pergi Kuningan-Jakarta untuk menghapus tatonya. Dia senang mendapatkan kesempatan menghapus tato secara gratis.
"Sekarang kan istilahnya saya tinggal di lingkungan pesantren ya, pengen memperbaiki diri lebih baik lagi, pengen terlihat biasa sama anak anak lain, kan yang lain nggak tatoan, cuma saya doang. Jadi pengenlah sama dengan orang lain, sama teman-teman," tuturnya.
Lain halnya dengan Tidi Adi Rahmat (30). Dia menghapus tato di wajahnya karena tak mau dianggap remeh. Tidi juga menghapus tatonya demi sang anak.
"Sekarang sih harapannya supaya kalau ketemu orang nggak dianggap remeh aja, sama karena faktor anak juga biar nggak diejek teman-temannya," tutur Tidi.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini