74 Tahun Merdeka Pakai KUHP Belanda, Prof Hibnu: Setop Ego Sektoral

74 Tahun Merdeka Pakai KUHP Belanda, Prof Hibnu: Setop Ego Sektoral

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 16 Agu 2019 09:55 WIB
Prof Dr Hibnu Nugroho (dok.detikcom)
Jakarta - 74 Tahun Indonesia merdeka, tenyata masih memakai KUHP warisan kolonial penjajah Belanda. Anggota DPR datang silih berganti, tidak bisa membuat KUHP nasional. Apa yang menjadi masalah?

"Menurut saya saya kuncinya satu, utamakan kepentingan bangsa dan negara di atas alasan apapun," kata pakar hukum Prof Hibnu Nugroho kepada detikcom, Jumat (16/8/2019).

KUHP dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini. KUHP yang mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat, hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal pun tergerus hukum penjajah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita semua tahu saat ini banyak sekali para ahli namun demikian cendikiawan sejati adalah mereka yang mampu mengendalikan egoisme pribadi dan egoisme sektoral," cetus guru besar ilmu hukum Univesitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.


Adapun menurut ahli hukum Abdul Fickar Hadjar, meski belum ada KUHP baru, namun telah lahir banyak UU lain yang bisa menjadi tolak ukur kemajuan peradaban Indonesia. Seperti Korupsi, UU TPPU, UU Pornografi, UU ITE atau UU lain, meski tak secara khusus mengatur tibak pidana tertentu, juga sudah mengakomodir perilaku-perilaku yang berdimensi kejahatan.

"Namun demikian tentunya masih banyak tindak pidana tertentu yang pengaturannya belum sempurna yang kemudian orang berharap akan diakomodasi dalam KUHP yang baru," ujar Fickar.

"Harapan adalah harapan. KUHP yang baru yang diharapkan menjadi kodifikasi hukum pidana juga ternyata tidak mampu mengakomodir harapan-harapan itu. Bahkan pada beberapa hal menjadi indikator kemunduran. Misalnya dengan memasukan beberapa UU yang bersifat luar biasa seperti tindak pidana korupsi, narkotika atau terorisme. Di satu sisi tujuan kodifikasi tercapai di sisi lain, tapi akan mengakibatkan tergradasinya UU menjadi UU yang bersifat biasa. Padahal penanganannya harus bersifat luar biasa pula," ujar pengajar Universitas Trisakti itu.

Dalam draf RUU KUHP baru, berikut sebagian nilai-nilai dan pasal yang mengadopsi nuansa pidana ke-Indonesia-an:

1. Pasal Santet
Draft RUU KUHP memuat pasal santet. Yaitu barang siapa yang mempromosikan diri bisa menyantet/memiliki ilmu gaib dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun penjara. Di KUHP Belanda tidak ada pasal ini.

2. Kriminalisasi LGBT
Draft RUU KUHP akan mengkriminalisasi LGBT, tanpa pandang bulu usianya. Dalam KUHP saat ini, LGBT sesama orang dewasa legal. LGBT dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

3. Kriminalisasi Kumpul Kebo
Budaya Barat, termasuk Belanda, mentolerir budaya kumpul kebo. Dalam KUHP baru yang mengusung nilai Pancasila, akan mengkriminilasasi orang yang hidup serumah tanpa ikatan pernikahan.

4. Kriminalisasi Free Sex
Di Eropa, lazim orang melakukan hubungan seks suka sama suka tanpa ikatan pernikahan. Sehingga hal itu bukan delik pidana dan tidak diatur dalam KUHP. Hal itu dinilai bertentangan dengan Pancasila dan akan diatur dalam KUHP baru. Hal itu akan diatur sebagai delik zina.

5. Membangkitkan Hukum Adat
Hukum Adat disingkirkan dalam KUHP Belanda. Hal itu juga dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di Nusantara sehingga perlu menghidupkan lagi Hukum Adat di KUHP.



Moeldoko: DIM RUU KUHP Siap Diserahkan ke DPR:

[Gambas:Video 20detik]

(asp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads