Sebagaimana diketahui, kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, mengatakan gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (5/9). Sidang perdana rencananya digelar Kamis (15/9).
Berdasarkan isi gugatan yang disampaikan Tonin, perkara bermula saat Kivlan berhenti dari jabatan Kepala Staf Kostrad pada 28 Juni 2019. Kivlan kemudian menjadi perwira tinggi tanpa jabatan di Mabes TNI. Sedangkan Wiranto saat itu menjabat sebagai Panglima ABRI.
Wiranto disebut Kivlan hanya memberikan uang Rp 400 juta. Sedangkan dana itu dinilai tak memenuhi kebutuhan akomodasi anggota Pam Swakarsa. Kivlan mengaku harus meminjam sana-sini untuk menutupi kebutuhan akomodasi, hingga akhirnya dia dirugikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Wiranto menanggapi hal ini dengan santai. Dia mempersilakan siapapun pihak yang ingin menggugatnya.
"Saya digugat dari banyak orang silakan, yang penting kita kan profesional, kerja bener, kerja untuk negara, untuk kebaikan, untuk keamanan. Digugat siapapun silakan," kata Wiranto saat dimintai tanggapan, di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
Lalu, bagaimana sebenarnya cerita soal Pam Swakarsa saat itu? Pada Senin (12/8/2019), detikcom merangkum beberapa cerita soal pembentukan Pam Swakarsa.
Cerita soal Pam Swakarsa
Pam Swakarsa merupakan singkatan dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa. Merujuk pada buku 'Perang Panglima: Siapa Mengkhianati Siapa?' karya Femi Adi Soempeno, Pam Swakarsa ini dibentuk untuk mengamankan Sidang Istimewa MPR yang digelar pada November 1998. Masih merujuk pada buku tersebut, Pam Swakarsa ini terdiri dari beberapa ormas, di antaranya ialah Pemuda Pancasila, FKPPI, Pemuda Panca Marga, dan Banser.
Wiranto Memerintahkan Kivlan Zen Membentuk Pam Swakarsa
Berdasarkan arsip berita detikcom pada 09 Juni 2004, Kivlan mengaku diperintahkan oleh Wiranto untuk membentuk Pam Swakarsa. Kivlan juga keberatan dengan keterangan Wiranto di beberapa media, yang menyatakan dirinya masih menjabat Kepala Staf Kostrad kala itu. Dia mengaku sudah dicopot dari Kepala Staf Kostrad sejak 20 Juni 1998.
"Wiranto jelas telah mengaburkan dan memanipulasi informasi, seolah-olah saya ketika itu masih menjabat Kepala Staf Kostrad. Saya dipanggil Wiranto pada 4 November 1998 di Mabes ABRI jalan Medan Merdeka Barat sekitar pukul 15.30 WIB. Saat itu Wiranto meminta saya mengerahkan massa pendukung Sidang Istimewa, sambil mengatakan, ini perintah Presiden Habibie," tuturnya.
Dia juga menilai pernyataan Wiranto dalam buku 'Bersaksi di Tengah Badai' tentang kontroversi Pam swakarsa tidak benar. Di mana dalam buku itu digambarkan seolah-olah gerakan mendukung Sidang Istimewa murni inisiatif masyarakat.
Kivlan Diperintahkan Wiranto Meminta Dana
Merujuk pada buku 'Kesucian politik: Agama dan Politik di Tengah Krisis Kemanusiaan' karya Mutiara Andalas, Kivlan Zen diperintahkan oleh Wiranto untuk meminta dana akomodasi Pam Swakarsa ke Jimly Asshiddique selaku Staf Wakil Presiden saat itu dan pengusaha Setiawan Djodi.
Hal ini dikuatkan oleh arsip berita detikcom 9 Juni 2004. Kivlan mengaku mendapat Rp 1,25 miliar dari Jimly. Meskipun begitu, ternyata uang tersebut tidak cukup.
"Dana ini jelas tidak mencukupi. Karena untuk merekrut sekitar 30.000 orang untuk 8 hari dari tanggal 6-13 November 1998, dana yang kita habiskan mencapai Rp 7-8 miliar," ujar Kivlan saat itu.
Lalu, Kivlan diperintahkan oleh Wiranto untuk meminta sisa uang ke Habibie. Tapi menurut Habibie sisa uang tersebut sudah ada di Wiranto.
Kivlan Mengaku Rugi
Akibat kekurangan uang akomodasi ini, Kivlan mengaku menanggung rugi. Dia bahkan mengaku sampai harus menjual rumah dan mobil.
"Usaha ini gagal hingga tahun 2002. Sementara saya harus menjual rumah dan mobil untuk menutupi sebagian kecil tagihan, terutama dari rumah makan Padang, transportasi dan lain-lain," keluh Kivlan.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini