"Menurut Permenpora Nomor 65 Tahun 2015 tentang pelaksanaan penyelenggaraan kegiatan pasukan pengibar Bendera Pusaka, maka pihak yang bertanggungjawab atas kematian AQA adalah Pemerintah Tangerang Selatan dalam hal ini Wali Kota Tangerang Selatan," ujar Ketua KPAI Susanto dalam keterangan pers yang dibacakan Komisioner KPAI Jasra Putra di kantornya, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
Susanto pun menyayangkan bahwa sampai saat ini tidak ada permintaan maaf secara publik dari pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan terkait hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPAI pun mendesak adanya perbaikan dan evaluasi total dari Pemkot Tangerang Selatan terhadap penyelenggaraan Paskibra ke depannya. Salah satunya memastikan bahwa pelatihan Paskibraka tersebut ditangani pelatih yang tidak hanya terampil dalam kemampuan Paskibraka, namun juga mampu menangani anak dengan baik.
"Perbaikan tersebut misalnya memastikan para pihak yang bekerja dengan anak memahami dan terlatih terkait perlindungan anak, disamping keterampilan kepaskibrakaan. Termasuk membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menjalankan Paskibraka," ujar Susanto.
"Selain itu, Child Safe Guarding (pedoman bekerja bersama anak) tidak boleh menggunakan kekerasan, mempermalukan anak didepan temannya atau pihak lain serta tidak boleh berduaan dengan anak di tempat sepi. Kemudian juga memotong mata rantai kekerasan yang masih menjadi kultur dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut," imbuhnya.
KPAI meminta Menpora Imam Nahrawi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kepada pemkot Tangerang Selatan maupun pemerintah daerah lainnya agar peristiwa serupa tak terulang lagi. KPAI juga mendesak Kemenpora untuk merevisi Permenpora Nomor 65 Tahun 2015.
"Membaca Permenpora No 65 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, perlu
dilakukan revisi untuk penyempurnaan dan memasukkan dalam pertimbangan dasar hukum Undang-Undang Perlindungan Anak, mengingat berbagai posisi keterlibatan anak sangat banyak dalam menyukseskan hajatan tahunan ini," ujar Susanto.
Sebelumnya, Aurel meninggal pada Kamis (1/8) lalu. Sebelum meninggal, ia sempat curhat soal pelatihan pada saat pembekalan anggota Paskibara kepada ibunda, Sri Wahyuniarti.
Wahyuniarti mengatakan anaknya sempat mengeluh soal latihan Paskibraka. Salah satunya soal kegiatan push-up dengan tangan dikepal sehingga mengakibatkan lebam.
Meski begitu, orang tua tidak mau membawa kasus ini ke jalur hukum. Keluarga berharap kematian Aurel ini menjadi evaluasi dalam sistem pembekalan Paskibraka ke depan.
"Sekali lagi karena dari awal kita tidak ingin melakukan menempuh jalur hukum, apalagi untuk masuk lagi ke ranah autopsi. Kita juga kan nggak mungkin mau menyakiti lagi jasad anak kami. Kami berusaha untuk ikhlas meski berat. Tapi kita ada catatan-catatan yang harus diubah di sistem pelatihan yang harus mereka lakukan," ujar ayahanda Aurel, Faried Abdurrahman, di rumah duka, Jalan Singosari Raya, Perumahan Taman Royal 2, Cipondoh, Tangerang, Jumat (2/8). (fdu/fdu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini