"Ya cuma dimintai keterangan aja. Saya kan sebagai Stafsus Kemenpora waktu di 2017-2018. Itu saja," kata Taufik.
Taufik yang mendapat julukan raja backhand smash itu tampak santai menanggapi pelbagai pertanyaan jurnalis. Pemeriksaan terhadap Taufik itu terjadi pada siang tadi di KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait Menpora aja sih, yang lain nggak ada," ucap Taufik.
Belakangan Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan Taufik dimintai keterangannya dalam penyelidikan kasus. Meski KPK belum menyebut kasus apa yang tengah diusutnya, kapasitas Taufik disebutkan dalam posisinya di Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
"Taufik Hidayat dimintakan keterangan dalam penyelidikan sebagai Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan Staf Khusus di Kemenpora," ujar Febri.
Namun demikian Febri mengungkap penyelidikan kasus itu berhubungan dengan kasus lain yang telah ditangani KPK sebelumnya. Kasus apa itu?
Sebenarnya Taufik bukan yang pertama menjalani pemeriksaan di KPK untuk kepentingan penyelidikan kasus itu. Adalah Sekretaris Kemenpora (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto yang lebih dulu mendatangi KPK pada Jumat, 26 Juli lalu.
"Dibutuhkan keterangannya dalam pengembangan perkara di Kemenpora," kata Febri kala itu soal kedatangan Gatot.
Kasus yang dikembangkan itu berkaitan dengan vonis terhadap mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy di kasus suap dana hibah dari Kemenpora. Salah satu yang menjadi sorotan adalah adanya pertimbangan hakim soal aliran duit Rp 11,5 miliar dari Hamidy ke aspri Menpora Imam Nahrawi atas nama Miftahul Ulum untuk mempermudah pencairan dana hibah dari Kemenpora untuk KONI.
Dalam putusan terhadap Hamidy dan Johnny, hakim mengatakan kedua orang itu dinilai terbukti memberi uang Rp 11,5 miliar ke Ulum atau lewat staf protokoler Arif Saputra. Uang itu diserahkan secara bertahap.
"Bahwa juga Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy memberikan kepada saksi Miftahul Ulum selaku Aspri Menpora atau melalui orang suruhan staf protokoler Arif Saputra yang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar," kata hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (20/5).
Dalam persidangan, Imam Nahrawi, Ulum, dan Arief membantah tidak menerima uang apapun. Tapi keterangan saksi Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati, Hamidy, Johnny dan Atam telah menyebut dirinya memberikan uang kepada Ulum dan Arief.
"Maka perbuatan terdakwa dalam memberikan sejumlah uang dan barang kepada Kemenpora terdapat perbuatan terdakwa. Maka unsur memberikan hadiah atau sesuatu terpenuhi," tutur hakim.
Hamidy sendiri dihukum 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan, sedangkan Johnny dihukum 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Mereka dinyatakan terbukti menyuap Deputi IV Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta. Hamidy dan Johnny terbukti memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana.
Halaman 2 dari 2











































