KPK soal Penyebab Jual Beli Jabatan di Daerah: Merasa Tak Diawasi

ADVERTISEMENT

KPK soal Penyebab Jual Beli Jabatan di Daerah: Merasa Tak Diawasi

Haris Fadhil - detikNews
Rabu, 31 Jul 2019 18:51 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - KPK menyebut kasus dugaan suap jual-beli jabatan kerap terjadi di berbagai daerah karena pejabatnya merasa tak diawasi. Menurut KPK, pejabat di daerah merasa tak diawasi karena inspektorat sering tak berfungsi.

"Di daerah itu mereka merasa nggak ada yang mengawasi dalam proses pengadaan barang dan jasanya, dalam proses rotasi, rekrutmen, promosi. Tidak ada yang mengawasi. Kemudian dalam proses perizinan nggak ada yang ngawasin. Saya berpendapat seperti itu kenapa? Inspektorat itu nyaris tidak ada fungsinya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).



Dia mengatakan perlu ada peningkatan kualitas inspektorat. Alexander menyebut KPK sudah memberikan penilaian tersebut ke Kemendagri dan sedang ditindaklanjuti.

"Kita sudah usulkan ke pemerintah ke Presiden dan kemudian ditindaklanjuti oleh Kemendagri dan MenPAN-RB itu kan. Kita itu kalau saya baca dari perubahannya itu kan APIP untuk tingkat 2 itu SK-nya itu gubernur, kemudian APIP tingkat provinsi SK-nya Mendagri," ujarnya.

KPK setidaknya telah lima kali menjerat kepala daerah dalam kasus dugaan suap terkait pengisian jabatan. Berikut daftarnya:

1. Sri Hartini

Sri terjaring OTT KPK pada 2016. Dia dijerat KPK saat berstatus sebagai Bupati Klaten. Saat OTT tersebut, KPK menyita duit sekitar Rp 2 miliar dari dalam kardus.

Sri sudah divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 900 juta subsider 10 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap dalam kasus jual-beli jabatan baik di dinas maupun BUMD.



2. Taufiqurrahman

Taufiqurrahman dijerat KPK dalam jabatan Bupati Nganjuk. Dia diduga menerima suap terkait pengisian jabatan mulai kepala sekolah hingga kepala dinas. Ada duit sekitar Rp 298 juta yang disita KPK saat OTT terhadap Taufiqurrahman.

Selain urusan itu, dia dijerat KPK dalam dua perkara, yaitu penerimaan gratifikasi sebesar Rp 2 miliar terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk serta pencucian uang.



Untuk kasus suap, Taufiqurrahman telah divonis bersalah. Dia dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 4 bulan kurungan. Hak politiknya juga dicabut selama 3 tahun.

3. Nyono Suharli

Nyono dijerat KPK berkaitan dengan jabatannya sebagai Bupati Jombang. Dia diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Silestyowati agar bisa menjadi pejabat definitif. Saat proses OTT terhadap Nyono, KPK menyita duit sekitar Rp 25 juta dan USD 9.500.

Nyono divonis 3,5 tahun penjara. Namun jaksa KPK menilai vonis itu terlalu ringan, sehingga mengajukan banding. Pada tingkat banding hukuman Nyono bertambah jadi 4,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Saat ini kasus Nyono masuk ke tahap kasasi.



4. Sunjaya Purwadisastra

Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra dijerat KPK sebagai tersangka setelah terjaring OTT pada 2018. Saat itu, ada duit miliaran rupiah yang diamankan. Sunjaya kini telah divonis bersalah karena menerima suap terkait pengisian jabatan.

Sunjaya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Pengadilan juga mencabut hak politik Sunjaya selama 5 tahun.

5. Muhammad Tamzil

Tamzil merupakan Bupati nonaktif Kudus. Dia harus berurusan dengan hukum karena diduga menerima suap Rp 250 juta terkait pengisian jabatan di Pemkab Kudus.

KPK menduga duit tersebut digunakan Tamzil untuk membayar utang pribadinya. Selain Tamzil, KPK menjerat dua tersangka lain, yaitu Staf Khusus Bupati Agus Soeranto dan Plt Sekdis DPPKAD Kudus Akhmad Sofyan.



Simak Juga 'Bupati Kudus Jadi Tersangka Suap Jual-Beli Jabatan!':

[Gambas:Video 20detik]

(haf/dnu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT