Kasus bermula saat dua perusahaan dan satu perorangan melayangkan gugatan ke kantor pengacara khusus kasus perdata itu. Penggugat merasa firma hukum yang berkantor di Jalan Sudirman, Jakarta itu telah salah memberikan pertimbangan hukum yang diminta terkait sebuah perjanjian bisnis.
Alih-alih mendapatkan kepastian usaha, perusahaan itu malah terlilit masalah di belakang hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, penggugat melayangkan gugatan ke PN Jaksel dan menuntut firma hukum itu membayar ganti rugi materiil Rp 20 miliar dan USD 96,5 juta atau total ditaksir sekitar Rp 1 triliun. Selain itu, penggugat meminta firma hukum itu meminta maaf di media nasional dan media internasional.
Apabila tidak dilaksanakan, tergugat diminta membayar Rp 100 juta per hari hingga hukuman itu dilakukan. Nah, untuk jaga-jaga, penggugat meminta pengadilan menyita aset firma hukum yang berada di bilangan Jenderal Sudirman, Jakarta, serta kekayaan di rekening bank milik firma hukum itu.
Pada 28 Juni 2018, PN Jaksel memutuskan menyatakan gugatan dalam konvensi tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard). Penggugat tidak terima dan mengajukan banding.
Pada 9 Januari 2019, PT Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 415/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel tanggal 28 Juni 2018 yang dimohonkan banding. Penggugat mencoba mengajukan kasasi. Tapi belakangan dicabut.
"Permohonan kasasi telah dicabut," demikian info perkara yang dilansir website PN Jaksel, Senin (29/7/2019).
(asp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini