Dirangkum detikcom, kasus ini bermula ketika Munirwan, yang juga Direktur PT Bumades Nisami Indonesia, mendapat bantuan bibit IF8 lewat program Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Aceh (LPMA) pada akhir 2017. Setelah bibit diserahkan Gubernur Aceh saat itu, Irwandi Yusuf, penanaman padi dilakukan.
Setelah panen pertama sebagai pilot project, diketahui hasilnya cukup bagus. Para petani kemudian membagi hasil panen tersebut menjadi dua, yaitu disimpan sebagai bibit dan dijual. Para petani di sana selanjutnya menanam kembali padi dan mengembangkannya. Berdasarkan hasil rapat masyarakat, bibit padi IF8 dikelola oleh Badan Usaha Milik Gampong (BUMG/sejenis BUMDes).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2018, desa yang dipimpin Munirwan terpilih menjadi juara II nasional Inovasi Desa berkat pengembangan bibit padi tersebut. Masyarakat kemudian sepakat membentuk usaha BUMG Meunasah Rayek, yaitu PT Bumades Nisami Indonesia.
Munirwan lalu mengkomersilkan bibit padinya. Namun, karena diduga tak punya label sertifikasi kasus itu pun masuk ranah hukum.
"Dia ditahan sebagai Direktur PT Bumades Nisami karena memproduksi dan menjual bibit padi tanpa label jenis IF8," jelas kuasa hukum Munirwan, Zulfikar Muhammad, di Mapolda Aceh, Banda Aceh, Kamis (25/7/2019).
Dirkrimsus Polda Aceh Kombes T Saladin menegaskan Munirwan ditahan sebagai seorang dirut, bukan seorang kepala desa. Dia menambahkan, Munirwan seharusnya tak boleh menjual bibit karena belum adanya sertifikasi. Bibit ini harusnya hanya boleh beredar di kelompok Munirwan saja dan tak boleh dikomersialkan.
"Bibit itu seharusnya dibagikan ke kelompoknya saja, tak boleh dikomersialkan," ujar Saladin dalam konferensi pers di Mapolda Aceh, Jumat (26/7/2019).
Menurut Saladin, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi yang diterima polisi terkait beredarnya bibit padi ilegal di Aceh Utara. Dari laporan informasi tersebut, Polda Aceh berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh.
Bibit padi yang dijual Munirwan, jelas Saladin, adalah jenis IF8 generasi ketiga. Untuk memperjualbelikan bibit tersebut, seharusnya ada izin dari pihak terkait.
"Jadi ini dia melakukan jual-beli bukan atas nama BUMDes (badan usaha milik desa), tapi atas nama perusahaan yang sahamnya atas nama beberapa kawannya. Bukan dari desa, bukan dana desa. Dia punya modal kurang, dia ajak kawannya dan bagi hasil," ungkap mantan Kapolresta Banda Aceh ini.
Atas hal itu, polisi menetapkan status tersangka kepada Munirwan. Polisi pun menjerat Munirwan dengan Pasal 12 ayat 2 juncto Pasal 60 ayat 1 UU No 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman.
Kasus ini pun dikritik oleh Ombudsman. Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh Taqwaddin mengaku heran terhadap kasus ini. Hal itu karena perbuatan yang dilakukan Munirwan bukan untuk memperkaya diri, tapi memajukan desanya.
"Seharusnya pemerintah tingkat atasan membina pemerintah level bawahannya sehingga ada kemajuan yang sinergis dan harmonis. Jika benar keuchik tersebut dihukum karena masalah ini, itu artinya percuma saja penghargaan tersebut," ungkap Taqwaddin.
Taqwaddin berpendapat bibit padi IF8 yang sudah mendapatkan penghargaan tingkat nasional seharusnya sudah dapat perizinan maupun Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
"Bukan malah dilaporkannya ke polisi. Kami patut curiga ada sesuatu yang melatarbelakangi munculnya kasus ini," tutur Taqwaddin.
Halaman 2 dari 2