Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyarankan KPU segera mengkaji ulang penggunaan noken di Papua.
"MK menegaskan noken tidak boleh dilakukan di daerah-daerah yang tidak pernah (melakukan) praktik noken. Temuan kami mendapati bahwa noken itu ternyata menular dipraktikkan di daerah-daerah yang sebelumnya tidak pakai noken," ujar Titi dalam diskusi 'Analisis Permohonan Pileg 2019 dan Hasil Pemantauan PHPU Pileg 2019 di MK' di Bakoel Koffie Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Noken, menurut Titi, merupakan sistem pemilu di mana kepala suku bisa mewakili seluruh warga sukunya untuk menentukan pilihan. Namun, saat ini, kata Titi, ada temuan soal kepala daerah justru ikut menggunakan sistem noken untuk menyuarakan satu daerah tempat dia memimpin.
"Sekarang konsensus itu bukan berada di tangan kepala suku, tetapi diambil alih oleh strong local person, orang kuat daerah. Siapa orang tua daerah? Bupati, kepala daerah, jadi bergeser," katanya.
"Jadi yang semula merupakan konsensus adat menjadi konsensus politik oleh orang kuat di struktur politik. Ini juga menjadi kajian kita bersama, karena di Papua itu persoalan yang banyak dipersoalkan adalah tiga hal ini," imbuhnya.
Karena itu, Titi menyarankan agar KPU membuat peraturan baru terkait noken. Sebab, KPU dinilai tidak memiliki aturan yang kuat bagi penyelenggara noken ini.
"Oleh karena itu, KPU harus lakukan evaluasi dan penegasan, hal ini bahwa noken tidak boleh dipraktikkan di daerah yang sebelumnya tidak gunakan noken, dan KPU harus mulai menyiapkan kerangka pengaturan yang bisa menjamin pengadministrasian noken dengan tertib dan berkepastian hukum," tutur dia.
(zap/fdn)