"Kemarin (uang OTT) dalam bentuk dolar Amerika, dolar Singapura, ringgit Malaysia, riyal, dan juga ratusan juta rupiah, itu diduga adalah penerimaan gratifikasi. Itu artinya apa? Ada dugaan penerimaan-penerimaan dan sumber lainnya. Terkait dengan siapa saja sumber lain itu, tentu belum bisa disebut, karena proses penyidikan masih berjalan saat ini," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).
Meski begitu, Febri mengatakan hingga saat ini penyidik masih terus melakukan penyelidikan. Dia mengatakan KPK menduga uang gratifikasi yang diduga dari sumber lain itu diperuntukkan juga buat izin rencana reklamasi.
"Yang pasti karena pasalnya adalah pasal gratifikasi, tentu yang bisa dalami adalah yang terkait dengan yang memiliki hubungan jabatan-jabatan. Ini diduga salah satunya terkait dengan proses perizinan di Kepulauan Riau tersebut," katanya.
Seperti diketahui, Nurdin diduga menerima suap dari pengusaha bernama Abu Bakar. Jumlah suap yang diduga diterima Nurdin yaitu SGD 5.000 dan Rp 45 juta pada 30 Mei 2019 dan sebesar SGD 6.000 pada 10 Juli 2019. Bila dijumlahkan dalam pecahan rupiah, totalnya sekitar Rp 159 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK menggeledah rumah dinas Nurdin. Dari lokasi tersebut, KPK menyita dokumen serta 13 tas dan kardus yang berisi uang pecahan rupiah dan mata uang asing. Selain uang tunai Rp 3,5 miliar, penyidik KPK menyita mata uang asing berupa USD 33.200 (Rp 465.731.260) dan SGD 134.711 (Rp 1.388.540.368,05), yang juga ditemukan dari salah satu tas dan kardus yang diamankan.
Dalam kasus ini, selain Nurdin, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus izin rencana reklamasi. Sebagai pihak penerima adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri Budi Hartono. Sedangkan dari pihak pemberi adalah Abu Bakar sebagai swasta.
(jbr/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini