"Kalau bisa wartawan juga mengejar kepada pihak kepolisian tentang transparansi mekanisme disiplin itu terhadap yang katanya 10 anggota Brimob NTT sudah dikenai mekanisme disiplin. Kita pengin tahu proses mereka itu seperti apa. Apakah betul 10 orang itu adalah yang bertanggung jawab karena prosesnya tertutup," ujar Manajer Riset Amnesty Internasional Indonesia, Papang Hidayat, di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu (10/7/2019).
Papang meminta Polri tidak terburu-buru menjatuhkan hukuman kepada 10 Brimob itu hanya karena desakan dari publik. Apalagi ketika hukuman disamaratakan tanpa melihat besar kesalahan yang dilakukan oleh masing-masing anggota Brimob.
Amnesty Internasional mengkritik mekanisme yang tertutup itu. Papang menilai pemerintah perlu bertindak dan melakukan perbaikan terhadap akuntabilitas kepolisian.
"Ini sebetulnya kritik kita kepada kepolisian tapi juga kepada pengambil kebijakan kalau perlu pemerintah dan pihak parlemen itu mengubah akuntabilitas kepolisian harusnya. Apakah rekomendasi yang dibuat oleh Komnas HAM dan Ombudsman itu harus automatis di implementasikan kepolisian atau tidak. Itu menurut saya sudah sudah genting sekarang," katanya.
Sebelumnya Polri telah memberikan sanksi terhadap 10 anggota Brimob tersebut. Mereka yang terlibat dihukum kurungan 21 hari.
"Ada 10 anggota yang sudah diproses, dilakukan pemeriksaan, dan saat ini sudah menjalani sidang disiplin. Dari 10 anggota tersebut nanti akan dijatuhi hukuman hakim, hukuman disiplin berupa penahanan di ruang khusus selama 21 hari," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).
Simak Juga '10 Anggota Brimob yang Pukuli Pria di Kampung Bali Ditahan':
Simak Video "Polri Dapat Tesla Untuk Mobil Patroli Gratis!"
[Gambas:Video 20detik]
(eva/idh)