KPK Panggil Eks Menkeu Bambang Subianto Jadi Saksi Kasus BLBI

KPK Panggil Eks Menkeu Bambang Subianto Jadi Saksi Kasus BLBI

Haris Fadhil - detikNews
Selasa, 09 Jul 2019 10:29 WIB
Gedung KPK (Foto: Dok. detikcom)
Jakarta - KPK memanggil Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Subianto sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Bambang dipanggil menjadi saksi untuk tersangka istri Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim.

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk IJN (Itjih Nursalim)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (9/7/2019).

Selain itu, KPK memanggil dua eks Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Edwin Gerungan dan I Putu Gede Ary Suta, sebagai saksi. Ada juga saksi lain bernama Sumantri Slamet yang dipanggil KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Bambang, Ary, dan Edwin sudah tampak hadir di Lobi KPK. Mereka langsung naik ke ruang pemeriksaan yang ada di lantai 2 gedung KPK.

Perkara dugaan korupsi terkait BLBI ini berawal pada 1998 ketika BPPN dan Sjamsul Nursalim (suami Itjih) menandatangani penyelesaian pengambilalihan pengelolaan BDNI melalui master settlement acquisition agreement (MSAA). Dalam MSAA tersebut, disepakati BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan Sjamsul sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab menyelesaikan kewajibannya, baik secara tunai maupun berupa penyerahan aset.

Adapun jumlah kewajiban Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI adalah Rp 47,258 triliun. Kewajiban tersebut dikurangi aset sejumlah Rp 18,850 triliun, termasuk pinjaman kepada petani/petambak sebesar Rp 4,8 triliun.

Aset senilai Rp 4,8 triliun ini dipresentasikan Sjamsul seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah. Setelah dilakukan financial due diligence (FDD) dan legal due diligence (LDD), disimpulkan aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi.


Ketika BPPN dipimpin Syafruddin Arsyad Temenggung, dilakukan penandatanganan akta perjanjian penyelesaian akhir yang pada pokoknya berisi pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajibannya. Namun, dalam rapat kabinet terbatas pada Februari 2004, diduga tak ada persetujuan terhadap usulan white off atau penghapusbukuan terhadap sisa utang petani tambak Rp 4,8 triliun itu.

BPPN kemudian menyerahkan pertanggungjawaban aset pada Kementerian Keuangan yang berisi hak tagih utang petambak PT DCD dan PT WM yang kemudian oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA).

Pada 24 Mei 2007, PPA melakukan penjualan hak tagih utang petambak plasma senilai Rp 220 miliar, padahal nilai kewajiban Sjamsul yang seharusnya diterima negara adalah Rp 4,8 triliun.

Maka diduga terjadi kerugian keuangan negara yang sebesar Rp 4,58 triliun. Sjamsul dan Itjih, yang kini sudah jadi tersangka, diduga sebagai pihak yang diperkaya Rp 4,58 triliun dalam kasus ini.


(haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads