Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan kasus tersebut merupakan pengembangan dari penangkapan jaringan pada Mei 2019.
"Dari pengembangan kasus itu di awal Mei ada informasi masyarakat akan ada transaksi pengiriman sabu dari Malaysia ke Indonesia, TKP di perairan perbatasan Malaysia dengan Kalbar," jelas Kombes Argo kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Informasinya, ada kapal perbatasan dengan Malaysia memberikan sabu, transaksinya di perbatasan. Karena di perairan perbatasan tidak terdeteksi, mereka menggunakan HP satelit. Itu ada tiga (tersangka), itu juga ada GPS yang digunakan," katanya.
Hingga akhirnya pada 15 Juni 2019, para penyelundup ini bergerak ke darat. Polisi kemudian menyergap mobil yang dikemudikan oleh empat tersangka.
"Setelah dicek tim, ternyata di dalam ada sebuah tas. Setelah dibuka, isinya narkotika jenis sabu," ucapnya.
![]() |
Di dalam tas tersebut ditemukan 395 butir ekstasi. Selain itu, polisi menemukan 10,5 kilogram sabu.
Tiga orang berinisial EB, IT, dan R ditetapkan sebagai tersangka. Ketiga tersangka ini mengaku mendapatkan upah Rp 200 juta untuk mengantar sabu.
"Informasinya, mereka mendapat Rp 200 juta satu kelompok setelah barang sampai di tujuan. Barang rencana ke Jakarta lewat Pontianak, Surabaya, Bali, Jakarta," kata Argo.
Sementara itu, Kasubdit II Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Dony Alexander mengatakan mobil yang digunakan tersangka adalah mobil sewaan. Para pelaku juga telah menyiapkan kapal di sungai untuk membawa sabu dari laut lepas ke daratan.
"Kapal ini sudah disiapkan sedemikian rupa, beberapa kali berhenti di wilayah sungai sebelum masuk ke laut untuk menyiapkan dan melihat apakah ada pembuntutan operasi di laut dari Bea-Cukai atau Polisi Laut, sehingga dia bisa beraksi di laut," kata AKBP Dony Alexander.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenai Pasal 113 subsider 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Para tersangka terancam hukuman maksimal seumur hidup.