"Jelas sekali bahwa apa yang didalilkan oleh penasihat hukum terdakwa dalam pleidoi/nota pembelaannya adalah tidak berdasar sehingga harus ditolak. Semua hal yang penuntut umum nyatakan, baik itu surat dakwaan maupun surat tuntutan telah tepat dan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah terang dan nyata," kata anggota JPU, Reza Murdani, membacakan replik, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019).
"Oleh karena itu sudilah kiranya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan penuntut umum," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan pleidoi tim pengacara Ratna sudah sepatutnya ditolak karena dalil yang disampaikan tidak berdasar. Pengacara Ratna dalam pleidoinya menyebut tidak tepat kliennya dikenai pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana karena sudah ada aturan baru yaitu UU nomor 30/2002 tentang penyiaran dan UU nomor 40/1999 tentang Pers.
Namun jaksa merujuk keterangan, Ahli Hukum Pidana dr Merti Rahmawati Argo menjelaskan UU penyiaran hanya khusus dilakukan medsos atau penyiaran sedangkan penyiaran yang dimaksud di dalam pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana memiliki pengertian memberitahu.
"Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah terbukti secara meyakinian sebagaimana diuraikan dalam tuntutan kami," ujarnya.
Selain itu, jaksa membantah pleidoi pengacara Ratna yang menilai penyidik tidak bisa dijadikan saksi karena diragukan objektivitasnya. Menurut Jaksa, penyidik sah-sah saja dijadikan saksi, karena hal itu sudah sering terjadi misalnya pada perkara narkotika, dimana mereka melihat sendiri, mendengar dan mengalami sendiri perkara tersebut.
"Tidak ada ketentuan yang mengatur dalam KUHAP yang melarang penyidik diminta keterangan sebagai saksi karena faktanya banyak perkara lain di mana penyidik sebagai saksi misalnya saja dalam perkara narkotika," ujarnya.
Reza juga menjelaskan arti keonaran yang sempat disanggah tim penasihat hukum Ratna dalam pleidoinya. Jaksa menyebut berdasarkan keterangan ahli bahasa Wahyu Wibowo bahwa keonaran merupakan keributan.
"Maksud dari keributan itu tidak hanya anarkis melainkan juga membuat gaduh atau membuat orang yang menjadi bertanya-tanya," ungkap Reza.
Sementara itu, Ahli Sosiologi Hukum Trubus Rahardiansah menerangkan apabila terjadi pro kontra konteksnya apabila ada berita bohong. Yang terjadi di dunia maya juga bisa terjadi di dunia nyata.
Sebelumnya, Ratna Sarumpaet dituntut 6 tahun penjara. Jaksa meyakini Ratna menyebarkan kabar hoax penganiayaan. (yld/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini