"Saya waktu dialog bilateral dengan Belanda dan dengan Inggris, waktu soal bicara soal marine litter itu yang ditanyain Bali. Bagaimana penanganan sampah di Bali, bagaimana peran swasta. Saya bilang Bali dinamis, berani dengan institusi apa namanya aturan-aturan regulasi, swastanya juga mendukung," kata Siti saat meninjau Tukad Badung di Taman Kumbasari, Jl Gajah Mada, Denpasar, Bali, Kamis (20/6/2019).
"Apa bentuknya kata mereka, saya tahu kayak Coca-cola, dia kirim truk untuk angkut-angkut sampah-sampah yang di pantai di Kuta, terus beberapa misalnya Nestle, Unilever, dia nyiapin dropbox-dropbox jadi masyarakat dikasih tempat untuk membuangnya sebelah mana lalu diangkut dan lain-lain. Jadi pada dasarnya sinergi ini yang penting akhirnya, swasta penting, masyarakat apalagi pemerintah daerahnya memfasilitasi. Nah, kita Indonesia itu termasuk unggul di partisipasi masyarakat," sambung Siti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siti menambahkan Bali sudah dideklarasikan untuk menjadi pusat regional capacity center for clean seas (RC3S) sebagai bentuk implementasi Bali Declaration saat pertemuan The 4th Intergovernmental Review Meeting 2018 lalu. Pertemuan itu fokus membahas masalah sampah di laut.
"Bali sudah kita declare sebagai pusat untuk regional capacity center, jadi dalam pertemuan antarnegara pada Desember tahun lalu di Bali, kita negara-negara sepakat untuk kita bekerja keras dalam menangani sampah laut. Sampah di laut jadi ada yang datang dari darat, ada juga yang dibawa oleh transportasi laut, ada juga yang ada dari aktivitas laut," terang Siti.
"Di dalam pertemuan itu ada juga Bali deklarasi untuk atensi dunia tentang masalah Bali Marine Litter itu, salah satu poinnya dari Indonesia, sebetulnya mengusulkan dan sudah dapet support dari banyak negara, sudah kita bicarakan di UN di Naerobi, juga sudah kita bicarakan di forum climate changes di Polandia, dan dukungannya sangat bagus bahwa Bali menjadi pusat untuk regional center capacity buliding dalam membersihkan laut," imbuhnya.
Siti pun mengapresiasi kebijakan yang sudah diterapkan di Denpasar, dan Provinsi Bali, apalagi dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung komitmen untuk pengelolaan sampah.
"Nah kalau begitu maka saya kira kita mengonsentrasikan Denpasar dan Bali harus jadi contoh. Saya berterima kasih adanya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, baik kota maupun kabupaten dan provinsi, maupun ada juga resistensi juga ya dari beberapa pihak dan sudah dibuktikan di pengadilan dan kita juga masih harus mengikuti perkembangan itu. Jadi saya kira Bali harus menjadi tempat yang baik dan bisa menjadi contoh," terang Siti.
Siti mengakui masalah polusi laut memang menjadi atensi negara-negara dunia khususnya yang tergabung di The Coordinating Body on the Seas of East Asia (COBSEA). Isu soal polusi laut juga dibahas dalam pertemuan G20 di Korea pekan ini.
"COBSEA itu coordinating bodies untuk Asia Pasifik di dalam menangani polusi laut, di G20, di negara 20 di Jepang minggu ini di Korea sudah kita bahas, jadi memang seluruh dunia sudah memberikan atensi soal sampah plastik ini. Kalau dilihat kesepakatan dunia, programnya dari mitigasinya, databasenya, riset-risetnya dan tentu saja dukungan kelembagaan utamanya finansial," katanya.
Siti mengatakan Indonesia juga tidak kalah dengan negara lain soal pembahasan isu-isu soal polusi laut. Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata Siti, juga siap mengulas soal masalah sampah laut ini di KTT ASEAN di Bangkok, Thailand.
"Bapak Presiden saya baca di media, juga akan membawa masalah-masalah ini ke KTT ASEAN hari ini di Bangkok. Saya kira Indonesia nggak ketinggalanlah soal sampah terutama sampah plastik karena Bapak Presiden sudah mengeluarkan Peraturan Presiden No 83 tahun lalu untuk koordinasi penanganan sampah di laut," ujar Siti. (ams/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini