Dia pun menyoroti sikap tim hukum paslon capres 02 tersebut yang merubah atau menambah banyak poin permohonan menjelang sidang PHPU.
"Kesimpulan sementara kami di KoDe Inisiatif, permohonannya tidak cukup signifikan untuk mengatakan terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif," kata Veri dalam diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan proses persidangan di MK ini bukan adu teoretik ya, seperti pengujian undang-undang. Kalau pengujian undang-undang, orang berdebat secara teori. Tapi yang paling penting dalam persidangan ini adalah proses pembuktian apakah kemudian dalil-dalil yang disampaikan itu dibuktikan secara signifikan atau tidak," ujar Veri.
Veri menyampaikan semestinya tim hukum Prabowo-Sandi fokus pada pembuktian signifikan yang sifatnya berlapis. "Berlapis dalam artian kalau pembukaan pelanggaran kan hanya terhadap suatu kejadian dibuktikan lalu selesai. Tapi kalau terstruktur, sistematis, dan masif, suatu kejadian dikaitkan dengan kejadian yang lain , terus kemudian apakah itu mempengaruhi hasil pemilu dan sebagainya," Veri menjelaskan.
Soal barang bukti yang disertakan tim hukum Prabowo-Sandi dalam berkas permohonan, Veri menuturkan lebih banyak bukti berita media online dibanding bukti otentik.
"Saya melihat 80 sampai 90 persen kan lebih banyak pemberitaan media dibanding dengan bukti-bukti otentik. Pemberitaan media itu informasi awal, boleh saja tapi hanya sebagai informasi awal untuk kemudian menunjukkan ada pelanggaran. Tapi itu harus dibuktikan dengan bukti-bukti otentik," tutur Veri.
Baca juga: Tim Jokowi Menangkis Serangan pada Gugatan |
Terkait bertambahnya poin tuntutan, menurut Veri menerangkan sebenarnya dimungkinkan terjadinya perbaikan permohonan, bukan mengganti permohonan. Namun, dalam kontes sidang kali ini, Veri melihat tim hukum Prabowo-Sandi tak sekadar menambahkan permohonan, tapi juga menggeser substansi sehingga permohonan tersebut tampak seperti permohonan baru.
"Jadi perbaikan permohonan itu dimungkinkan di dalam proses persidangan sebelum proses persidangan pendahuluan, hanya saja perbaikan minor, minor dalam pengertian menambahkan beberapa poin dan sebagainya, argumentasi dan sebagainya. Tapi dia tidak boleh keluar dari konteks apa yang dimohonkan sejak awal begitu," jelas Veri.
"Ini kan kalau kita membandingkan antara 37 dengan 146 halaman, antara perbandingan permohonan awal dan juga perbaikan itu kan ada banyak konteks yang berubah berbeda dengan permohonan di awal, ditambah lagi dari posisi petitum juga pergeserannya cukup tajam dari 7 poin menjadi 15 poin, yang kemudian memang berbeda secara signifikan antara tuntutan pertama dengan tuntutan kedua," sambung dia.
Veri menyayangkan sikap MK yang tak tegas dengan tetap mendengarkan permohonan, yang dia nilai, baru tersebut. Tetapi, menurut Veri, sikap MK tersebut mengandung pesan tidak ada alasan bagi pihak manapun menolak hasil putusan MK nanti.
"Makanya saya menilai sebenarnya kalau dilihat dari permohonan yang ada, itu bukan perbaikan, sudah model gugatan baru begitu. Karena itu, memang semestinya MK bisa sangat tegas, misalnya mengatakan ini bukan perbaikan, tapi sudah perubahan yang sangat signifikan, maksudnya tidak memungkinkan dalam persidangan," tutur Veri.
"Hanya saja memang saya melihat MK menginginkan supaya bisa mendengarkan semua pihak dalam proses persidangan ini. Ini sebenarnya sebuah pesan untuk semua pihak, MK sudah mendengarkan apa yang kemudian dimohonkan. Jadi apa pun nanti yang menjadi ujung putusan MK tidak ada alasan lagi bagi siapa pun untuk kemudian tidak puas terhadap kinerja MK," lanjut dia.
KoDe Inisiatif: Permohonan Gugatan Tim 02 di Sidang MK Tak Cukup Kuat: (aud/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini