"Ya usul itu... kan usul, ya. Kan gini lo, apa pun kalau usul itu ditanggapi atau tidak ditanggapi kan bukan sesuatu hal yang luar biasa karena biasa saja. Yang jadi soal, kalau Prabowo mengungkap misalnya, usul ini Pak Prabowo oke, itu kan pengakuan sepihak oleh Pak Prabowo. Pihak sebelah percaya nggak? Ya kalau pihak sebelah nggak percaya ya akhirnya kayak pengakuan Agum Gumelar, yang penculikan. Ya tapi dia tidak memberikan testimoni," kata Desmond saat dihubungi, Rabu (12/6/2019).
Desmond lebih memilih pemerintah membentuk peradilan HAM. Sebagai salah satu tokoh yang dianggap korban masa lalu, Desmond sendiri tidak percaya atas testimoni-testimoni pribadi mengenai kejadian 1998.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri dalam pandangannya menyebut pihak yang dianggap korban seperti Desmond juga bisa memberikan keterangan. Menurut Desmond, keterangan seseorang bersifat sepihak, termasuk dirinya.
"Ya apa pun keterangan kami sudah ada di Komnas HAM ya, pada saat saya testimoni, semua orang, sudah ada. Yang jadi soal testimoni kan semuanya sepihak, ya, versi saya, versi Pius (Pius Lustrilanang), semuanya, sepihak versi kami. Yang jadi soal hari ini adalah peristiwa itu ada dua kubu yang hari ini berhadap-hadapan dan pelakunya sekarang berhadap-hadapan antara pihak Jokowi dan pihak Prabowo. Jadi ini jadi politik, bukan kebenaran atas pelanggaran HAM," ucap Desmond.
"Ini kan bluffing-bluffing politik yang kotor. Ini cuma menang-menangan. Jadi kalau kita tonton ini, ya... berdebat antara dua orang yang salah, gitu lo. Ngapain didengarin, gitu lo," dia menambahkan.
Karena itu, Ketua DPP Partai Gerindra itu lebih ingin negara bertindak untuk memperjelas sejarah. Menurutnya, negara bertanggung jawab.
"Dikembalikan ke peradilan HAM atau dicarikan solusi kebenaran yang terbaik bagi bangsa ini. Jadi jangan sampai seolah-olah pelanggaran HAM ini cuma karena korban, itu kesalahan besar. Pelanggaran HAM ini adalah ketidakmampuan negara melindungi warga negaranya. Ini kan di situ inti persoalannya, itu baru HAM, gitu lo," ucap Desmond.
Menurut Desmond, negara harus meminta maaf atas peristiwa masa lalu. Dia tak sependapat jika hanya tokoh tertentu yang terus-menerus dikejar.
"Sekali lagi saya ulang, ada ketidakmampuan negara memberikan rasa aman kepada warga negaranya. Nah, dalam konteks penculikan, saya dengan kawan-kawan, ini kan keterlibatan negara melakukan penculikan, gitu lo. Yang harus dilakukan oleh negara adalah meminta maaf atas peristiwa masa lalunya, bukan bicara tentang Agum Gumelar yang tahu, bukan bicara tentang Prabowo yang dituduh pelaku tapi negara mengakui bahwa negara terlibat dalam proses '98 melakukan penculikan. Itu yang bener," jelas Desmond.
Simak Juga Penjelasan Redaktur Tempo Soal Laporan Komandan Eks Mawar:
(gbr/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini