"Bisyaroh itu kan istilah bantuan atau ucapan terima kasih. Tapi kan kita tidak bisa melepaskan antara bisyaroh itu dengan jabatan Menteri Agama, apalagi momennya adalah ketika terdakwa akan maju sebagai Kepala Kanwil," ujar jaksa KPK Wawan Gunawarto saat dimintai tanggapan seusai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).
"Jadi kita tak bisa melepaskan itu bisyaroh, dan jabatan itu, pasti ada kaitannya dengan jabatan itu," imbuh jaksa Wawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada menteri datang, itu ada semacam tarikan. Sebenarnya itu kan sifatnya tarikan itu ilegal gitu ya, jadi kan itu nggak tahu sumber duitnya dari mana untuk operasional menteri selama di luar daerah itu," kata jaksa Wawan.
"Meskipun itu dari tarikan, kita melihatnya itu sebagai pemberian kepada menteri. Karena secara aturan menteri kunjungan kerja, ada anggaran yang memfasilitasi. Kami melihatnya itu pemberian kepada Menteri dari Haris," imbuhnya.
Haris merupakan mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur (Kanwil Kemenag Jatim) yang didakwa menyuap Rommy dan Lukman. Suap diberikan agar Haris mendapatkan jabatan tersebut.
Namun selepas sidang pengacara Haris, Samsul Huda Yudha, membantah kliennya memberikan suap kepada Rommy dan Lukman. Samsul menyebut pemberian uang itu merupakan tradisi lama yang disebut 'bisyaroh'.
"Itu nggak ada istilahnya komitmen atau bentuk jual beli jabatan. Tidak pernah Pak Menteri atau pun Pak Rommy meminta sesuatu, tidak pernah, yang ada itu bentuk tradisi lama yang diambil Bahasa Arab, namanya 'Bisyaroh' yang artinya itu menggembirakan," ucap Samsul. (zap/dhn)