"Katanya keonaran, tapi padahal apa yang terjadi di pasal keonaran itu tidak terbukti di kasus saya. Itu yang saya maksud hiperbola, dibesarkan, dan didramatisasi," ujar Ratna Sarumpaet seusai sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (28/5/2019).
Ratna Sarumpaet menyebut surat tuntutan jaksa merupakan narasi yang dibesar-besarkan. Dia mencontohkan kerusuhan 22 Mei sebagai bentuk keonaran yang nyata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal keonaran itu apa yang terjadi tanggal 21, 22 Mei, itu keonaran. (Keonaran) harus ada darah itu kan, harus dibaca dong di buku. Ini mereka (jaksa) menyimpulkan bahwa Twitter tuh keonaran juga, padahal harus berdarah, harus ada aparat keamanan, ya seperti yang terjadi di Petamburan," sambungnya.
Sementara itu, jaksa menyebut Ratna Sarumpaet sebagai tokoh seharusnya menjaga suasana stabil. Tapi hoax penganiayaan disebut membuat gaduh.
"Dia (Ratna) yang kemudian sebagai artinya, ketokohannya cukup memberikan pengaruh terhadap situasi sosial-politik, kemudian kepada akibat yang ditimbulkan daripada kebohongannya. Tentu dalam situasi seperti ini kan harusnya sebagai tokoh publik, kan dia ikut menjaga stabilitas sosial bukan justru membuat keonaran," ujar jaksa Daroe Tri Sadono.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini