"Sumartoyo diduga telah melanggar tiga prinsip utama kode etik Komisi Yudisial (KY), yaitu prinsip adil, prinsip bertanggung jawab, dan prinsip berintegritas," kata narahubung koalisi, Erwin Natosmal Oemar kepada wartawan, Selasa (28/5/2019).
Baca juga: MA Bantah Isu Penggembosan KY! |
Bergabung dalam koalisi tersebut adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Legal Roundtable (ILR), Institute Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Untuk Independensi Peradilan (LeIP), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Masyarakat Pemantau Peradilan (Mappi FH UI).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikut pula bergabung yaitu Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Pusat Studi Hukum Kebijakan (PSHK), Pusat Studi Antikprupsi (Pukat) UGM dan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember.
"Koalisi berharap laporan ini dapat direspon secara cepat oleh Dewan Kehormatan Komisi Yudisial, dan proses dan hasilnya dapat diketahui oleh publik secara luas," ujar Erwin.
Sumartoyo diduga melanggar etik di kasus Cipaganti. Sebelum menjadi pimpinan KY, ia adalah pengacara Cipaganti. Diduga Sumartoyo menyalahgunakan kewenangan sebagai komisioner KY untuk mengungkit kasus Cipaganti lagi.
"Jadi terkait dimunculkannya dugaan konflik kepentingan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dalam pemeriksaan laporan perkara tersebut sangat bernuansa fiktif dan fitnah kepada KY," ujar Sumartoyo membela diri.
Adapun Aidul dinilai melanggar etik karena masih aktif sebagai pimpinan KY, tapi ikut seleksi hakim konstitusi. Aidul juga dinilai tidak profesional saat menjadi Ketua KY.
"Dasarnya ini ya? Saya malah bingung kesalahan saya di mana?" kata Aidul.
(asp/asp)