"MK sejak 2004 telah sangat berpengalaman dalam mengadili sengketa Perselisihan Hasil Pemilu Pilpres. Model Permohonan sebagaimana diajukan Paslon 02 yang langsung menyasar ke Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM) bukanlah hal baru bagi MK untuk menanganinya. Selama ini, dalam perselisihan pilkada, model permohonan seperti ini banyak ditemui, walaupun sejak 2016 hanya sedikit sekali yang dikabulkan oleh MK," kata ahli hukum tata negara Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Minggu (26/5/2019).
MK sudah sangat berpengalaman menangani sengketa hasil pilpres, yaitu 2004, 2009, dan 014. Maka semua pihak hendaknya memberi kepercayaan agar MK dapat menjalankan kewenangan ini dengan sebaik-baiknya dan mandiri. Oleh sebab itu, segala pernyataan maupun tindakan yang diarahkan untuk mempengaruhi kemandirian dan kemerdekaan hakim MK dalam memutus perkara sebaiknya tidak dilakukan oleh kedua belah pihak.
![]() |
"Pernyataan-pernyataan atau narasi yang berbau intimidasi yang dilontarkan seperti apabila MK tidak mengabulkan permohonan maka MK adalah bagian dari rezim pemerintahan sebaiknya tidak dilakukan lagi. Mengingat MK adalah lembaga yudikatif yang secara ketatanegaraan bukan bagian dari lembaga eksekutif (pemerintah). Pernyataan-pernyataan berbau intimidasi seperti itu juga berbahaya karena dapat membangun ketidakpercayaan masyarakat kepada MK," papar Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daripada membangun narasi-narasi di luar persidangan yang akan menggiring opini publik dan potensial membelah masyarakat kembali, lanjut Bayu, maka Prabowo dan kawan-kawan lebih baik berfokus untuk melengkapi alat bukti yang akan menunjang dalilnya di persidangan nantinya. Hal ini mengingat tuduhan TSM bukanlah tuduhan main-main.
Tuduhan semacam itu haruslah didukung alat bukti yang cukup dan nyata dan bukan hanya asumsiDirektur Puskapsi Jember, Dr Bayu Dwi Anggono |
"Tuduhan semacam itu haruslah didukung alat bukti yang cukup apakah itu surat, tulisan, saksi, maupun informasi yang tersimpan secara elektronik yang menunjukkan bahwa memang secara nyata dan bukan hanya asumsi," cetus Bayu.
Menurut Bayu, untuk membuktikan ada kesalahan TSM, dibutuhkan alat bukti yang belum pernah digunakan ke Bawaslu.
"Oleh Bawaslu berbagai pelanggaran tersebut telah dinyatakan bukan sebagai pelanggaran TSM, melainkan sebagai pelanggaran pidana biasa yang pelakunya berasal dari tim kampanye atau pendukung kedua Paslon dan bukan hanya satu paslon saja," pungkas Bayu.
Simak Juga "Tahapan Penanganan Gugatan BPN Prabowo-Sandi di MK": (asp/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini