Soal Mahkamah Kalkulator, Tim Hukum Prabowo Kutip dari Yusril

Soal Mahkamah Kalkulator, Tim Hukum Prabowo Kutip dari Yusril

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 26 Mei 2019 11:33 WIB
Tim hukum Prabowo-Sandi gugat hasil Pilpres ke MK. (Rengga/detikcom)
Jakarta - Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW), berharap Mahkamah Konstitusi (MK) tak menjadi mahkamah kalkulator. Menurut mereka, istilah 'Mahkamah Kalkulator' mengutip pernyataan Yusril Ihza Mahendra.

"Selain yurisprudensi putusan-putusan MK, keterangan ahli dari beberapa akademisi juga mengamini soal MK tidak hanya menjadi 'Mahkamah Kalkulator', di antaranya adalah Prof Yusril Ihza Mahendra SG MSc," demikian bunyi gugatan sebagaimana dikutip dari berkas yang didapat detikcom, Minggu (26/5/2019).


Pernyataan Yusril yang dimaksud adalah saat memberikan keterangan ahli yang diajukan oleh Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Berikut ini pernyataan tersebut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalau hanya ini kewenangan Mahkamah Konstitusi yang dirumuskan pada waktu itu, maka mendekati kebenaran kiranya apa yang dikataka oleh rekan saya, Saudara Dr Margarito Kamis, bahwa Mahkamah Konstitusi hanya akan menjadi lembaha kalkulator dalam menyelesaikan perselisihan karena hanya terkait dengan angka-angka perhitungan suara belaka.

Pada hemat saya, setelah 1 dekade keberadaan MK, sudah saatnya pembentuk undang-undang atau malah MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya untuk melangkag ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

Seperti misalnya yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Masalah substansial dalam pemilu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusional dan legalitas dari pelaksanaan pemilu itu sendiri.

"Dengan demikian, argumentasi Mahkamah Konstitusi bukan Mahkamah Kalkulator yang tidak hanya mengadili selisih perolehan suara, tetapi juga mengadili kecurangan Pemilu telah secara nyata dan jelas mendapatkan legitimasi melalui putusan-putusan MK dan doktrin-doktrin oleh para ahli hukum tata negara. Karena itu, penting bagi MK untuk terus menjaga konsistensi putusannya dengan menerapkan juga dalam perkara ini," pinta tim hukum yang diketuai Bambang Widjodjanto.


Sebagaimana diketahui, berdasarkan keputusan KPU, jumlah suara sah pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin 85.607.362 suara. Jumlah suara sah pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 68.650.239 sehingga selisih suara sebanyak 16.957.123. Prabowo-Sandi tidak terima dengan keputusan itu dan menggugat ke MK.

"Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2014 atau memerintahkan Termohon (KPU) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945," demikian bunyi tuntutan Prabowo-Sandiaga.


Adu 'Sakti' Pendekar Hukum di Kubu Jokowi-Amin Vs Prabowo-Sandi:

[Gambas:Video 20detik]

(asp/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads