"Kemarin memang ada beberapa insiden di Slipi, ada perusakan, pembakaran mobil Brimob yang diparkir, termasuk mobil dinas komandan batalyon Brimob di situ. Di dalam mobil memang ada 1 kotak peluru tajam. Peluru ini tidak dibagikan kepada seluruh personel pengamanan," kata Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Dalam SOP tahapan pengamanan unjuk rasa, Iqbal mengatakan yang dikedepankan adalah persuasif, humanis, simbol simbol kemanusiaan, dan melihat eskalasi. Prinsipnya Polri proporsional, antara ancaman dan kekuatan harus seimbang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika massanya bisa ditangani secara nonlethal, Polri akan menanganinya. Dalam pengamanan aksi selama 2 hari 2 malam kemarin, katanya, polisi bertahan meski dilempar dan diserang. Pendorongan juga dilakukan sesuai SOP yang ada, yaitu dilengkapi tameng, helm, tongkat, pentungan, ditunjang oleh water cannon dan gas air mata.
"Terkait peluru tajam yang SOP-nya disimpan oleh danyon, dia akan mengarah kepada tim antianarkis, tapi dia melihat situasi di Slipi, terpanggil dia untuk melakukan briefing kepada semua personelnya, tapi massa menyerang, dan itu semua dijarah perusuh," tuturnya.
Sementara, lanjutnya, peluru tajam untuk untuk melindungi masyarakat yang terancam nyawanya. Juga untuk petugas yang melindungi nyawanya.
"Misalnya seketika itu juga saya, Iqbal, melihat seorang masyarakat yang hendak dibacok, per detik saya harus melakukan tindakan tegas terukur, diskresi saya, harus saya lakukan dengan peluru tajam, walaupun akibatnya mematikan. Itu adalah pengambilan keputusan sendiri," ujarnya.
"Kalau tidak, saya akan kena sanksi HAM by comission. Kalau misalnya ada petugas Brimob diancam, sudah tidak bisa diimbau mereka yang mengancam, kita harus lumpuhkan. Tapi tim anarkis ini dikeluarkan dengan sangat ketat, dipimpin seorang perwira dan sangat ketat," imbuhnya. (idh/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini