'Haram' tagar 2019 ganti presiden diucapkan Mardani pada Jumat (3/5/2019) di kompleks DPR, Jakarta. Pada saat itu, dia menegaskan seruan ganti presiden sudah tutup buku lantaran masa kampanye telah usai.
"Ganti presiden sudah tutup buku. Saya nggak mau nyanyiin lagi, nggak mau hashtag lagi, karena itu pada masa kampanye," ujar Mardani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Anomali Sikap Mardani |
Mardani meyakini siapa pun pemenang dalam kontestasi Pilpres 2019 merupakan suara rakyat.
"Dan siapa pun yang terpilih nanti, kalau itu sudah melalui proses yang bagus, komplain diselesaikan, itu suara rakyat, dan saya harus menghormati. Kalau Pak Prabowo (menang), saya sujud syukur. Kalau Pak Jokowi (menang), ya berarti saya harus mengawal sesuai koridor," sambungnya.
Pernyataan Mardani itu disambut kubu Jokowi. Mardani dianggap menunjukkan sikap negarawan.
"Itulah sikap politik yang benar. Pak Mardani telah menunjukkan kenegarawanannya dalam menyikapi pilihan politik rakyat yang telah menentukan pilihannya pada 17 April 2019," ujar jubir TKN Ace Hasan Syadzily ketika dihubungi pada Sabtu (4/5).
Sementara itu, Wakil Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf, Raja Juli Antoni, menganggap pernyataan Mardani sebagai ungkapan penyesalan karena sudah menyerang capres nomor urut 01. Dia menilai ada upaya dari Mardani mendapat kompensasi politik.
"Mungkin karena PKS ingin mendekat. Bagian dari penyesalan Mardani dan ingin mendapatkan kompensasi politik. Penyesalan menyerang Pak Jokowi, membuat hashtag yang memecah-belah," imbuh pria yang akrab disapa Toni itu, Minggu (5/5) malam.
Dia menambahkan, diharamkannya tagar 2019 ganti presiden merupakan 'realisme politik Mardani'. Sebab, kata Toni, capres yang didukung Mardani, yakni Prabowo Subianto, untuk sementara ini kalah berdasarkan Situng KPU.
"Dia tahu yang dia dukung kalah, nggak mau meneruskan kekalahan," ujar Toni.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini