Sampai pada Jumat, 3 Mei 2019, mantan Ketua KPK Abraham Samad menyengajakan diri menemui pucuk pimpinan KPK saat ini. Samad tidak sendiri, bersamanya Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi.
Samad secara khusus menyoroti pelbagai isu terkait internal KPK yang muncul ke permukaan. Dia berharap KPK segera menuntaskannya dan kembali fokus pada pemberantasan korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau problem ini dibiarkan terus-menerus dia akan mengganggu kinerja KPK. Padahal KPK harus konsentrasi karena koruptor masih banyak di luar. Itu yang harus jadi perhatian tapi kita paham bahwa itu tidak bisa juga bisa jalan pemberantasan korupsi dengan cepat kalau gangguan-gangguan internal tetap ada," kata Samad.
Di samping Samad, Kurnia kemudian membeberkan keterangan pers soal dugaan isu di dalam internal KPK yang muncul. Salah satu yang disorot Kurnia yaitu mengenai 2 deputi yang bertugas di lembaga antirasuah itu.
"Sejauh ini kita mendorong agar penanganan etik terutama yang dugaan pelanggaran etik Deputi Penindakan maupun Deputi Pencegahan, hasilnya bisa segera dihasilkan kepada publik," ujar Kurnia.
Memangnya apa dugaan pelanggaran etik yang disebutnya?
Dari keterangan pers yang dibagikan Kurnia pada wartawan, dia menyebut Deputi Penindakan KPK Irjen Firli diduga melanggar kode etik karena bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) pada 13 Mei 2018.
Sedangkan soal Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Kurnia mempermasalahkan tentang Pahala yang diduga mengirimkan surat balasan perihal pengecekan rekening pada salah satu bank swasta. Menurutnya hal itu janggal karena perusahaan yang mengirimkan surat itu ke KPK tidak sedang berperkara.
"Maka dapat disimpulkan bahwa surat tersebut tidak ada urgensinya untuk ditindaklanjuti oleh KPK," kata Kurnia.
Selain itu persoalan internal di KPK saat adanya petisi yang ditujukan kepada pimpinan KPK juga disoal. Petisi itu diteken sejumlah penyidik dan penyelidik yang mempersoalkan adanya hambatan dalam penanganan kasus sehingga menyebabkan lepasnya 'big fish' yang diincar KPK.
Setelah itu, muncul gejolak lain ketika KPK melantik 21 penyidik baru yang dilatih secara independen. Para penyidik baru itu sebelumnya merupakan penyelidik KPK. Namun gejolak muncul dengan tersebarnya poster-poster yang mempermasalahkan pengangkatan penyelidik menjadi penyidik itu.
Lalu apa tanggapan KPK?
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menganggap suara yang disampaikan Samad sebagai usulan dari publik. KPK memastikan proses penyelesaian dugaan itu sudah diatur mekanisme yang berlaku.
"Kita menganggapnya sebagai kita mendengarkan usulan--apa namanya--perhatian dari masyarakat. Tapi kan penyelesaiannya diserahkan kembali pada mekanisme internal yang ada di KPK," ucap Syarif.
"Itu sekarang masih berjalan prosesnya di KPK, jadi sebagai tambahan dari yang sudah berjalan itu kan ditambahi diperiksa, tapi kan seharusnya memang diperiksa supaya jangan simpang siur, apa betul apa tidak, jadi itu yang sedang berjalan, dan mudah-mudahan tidak juga lama prosesnya," imbuh Syarif.
Menambahkan keterangan Syarif, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menepis salah satu isu yang mengemuka yaitu 'pembersihan' penyidik dari Polri yang ditugaskan di KPK. Benarkah?
"Terkait pertanyaan apakah benar isu yang berkembang tentang pembersihan Polri dari KPK, Pak Laode (Laode M Syarif/Wakil Ketua KPK) tadi sudah tegaskan bahwa isu ini tidak benar," kata Febri.
"Jadi kalau ada pihak tertentu coba mengembangkan isu tersebut seolah benar maka kami memandang itu tidak baik bagi Polri dan juga tidak baik bagi KPK karena secara institusional KPK dan Polri dan Kejaksaan itu adalah institusi penegak hukum yang harus kerja sama dalam upaya pemberantasan korupsi," imbuh Febri.
Untuk itu Febri meminta semua pihak tidak membenturkan kesolidan tiga institusi penegak hukum itu. Sebab, sumber daya manusia di KPK disebut Febri memang ada yang dari Polri dan Kejaksaan.
"Jangan sampai isu-isu yang dikembangkan itu tidak substansial, cenderung mengada-ada, dan bahkan bisa berisiko terhadap hubungan baik antara institusi penegak hukum," ucapnya.
Simak Juga 'Eks Ketua hingga ICW Soroti Pelanggaran Etik Petinggi KPK':
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini