Ahli Bersaksi, Ratna Merasa Tak Ada Urgensi

Round-Up

Ahli Bersaksi, Ratna Merasa Tak Ada Urgensi

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 26 Apr 2019 07:35 WIB
Ratna Sarumpaet/dok.detikcom/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Sejumlah ahli dari pidana, bahasa hingga digital forensik dihadirkan dalam sidang hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet. Tapi Ratna menyebut keterangan para ahli yang dibawa jaksa itu tak urgen.

Ahli bahasa Dr Wahyu Wibowo menjelaskan makna kata keonaran terkait perkara hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet. Wahyu menyebut keonaran bermakna membuat gaduh atau keributan.

"Keonaran dari kata onar. Onar dari fakta kamus adalah keributan. Dalam konteks tersebut, keributan tak harus secara fisik. Keonaran itu bisa saja buat orang bertanya-tanya, buat orang gaduh dalam konteks filsafat bahasa," kata Wahyu berpendapat sebagai ahli dalam sidang lanjutan Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, Kamis (25/4/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, ahli pidana Dr Metty Rahmawati Argo menegaskan pasal soal penyebaran kebohongan yang menimbulkan keonaran pada Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 masih relevan. Sebab, belum ada keputusan yang mencabut atau membatalkan UU Itu.





Dr Metty menjelaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dikeluarkan saat masa pemerintahan Presiden Soekarno. Menurutnya, undang-undang tersebut dikeluarkan agar tidak ada keonaran yang diakibatkan demonstrasi, sebab saat itu pemerintahan baru terbentuk.

Ratna Sarumpaet kemudian mengkritik ahli bahasa yang dihadirkan jaksa. Ratna bahkan meragukan kompetensi ahli bahasa bernama Dr Wahyu Wibowo.

"Kalau yang bahasa agak ngawur. Saya malah ragu dia ahli bahasa apa bukan, karena dia selalu berputar-putar dari konteks. Dia bahkan mengabaikan kamus besar. Kamus besar itu kan memang beda banget," katanya saat sidang diskors.









Sementara saat ditanya soal ahli digital forensik yang juga dihadirkan jaksa, Ratna mengaku tak tahu alasan mengapa ahli itu dihadirkan.

"Saya juga nggak tahu kenapa dia ada di sini. Dari tadi sih nggak ada pertanyaan yang diajukan ke dia. Menurut saya nggak perlu banget," ujar Ratna.

Dia juga mempertanyakan dakwaan dengan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 yang disebut ahli masih relevan. Ratna menyebut tak ada keonaran terkait kebohongan penganiayaan.

"Keonarannya nggak ada kok (disebut) relevan sih, bagaimana membuktikan ada keonaran?" ujarnya.






Menurutnya, unsur keonaran harus terpenuhi, barulah Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 bisa relevan.

"Itu kan pertanyaan yang pentingkan kalau dia sudah bilang memenuhi harus ada keonarannya ya mana keonarannya," katanya.

"Iya apa menurut kamu keonaran di mana, di mana yang gaduh siapa yang gaduh. Kalau di Twitter memang selalu gaduh kan, mana Twitter yang nggak pernah gaduh," imbuh Ratna.

Dalam perkara ini, Ratna Sarumpaet didakwa membuat keonaran dengan menyebarkan kabar hoax penganiayaan. Ratna disebut sengaja membuat kegaduhan lewat cerita dan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak yang disebut penganiayaan. Padahal kondisi wajah Ratna disebut jaksa karena operasi plastik.


Simak Juga 'Ratna Sarumpaet Merasa Tak Pernah Bikin Onar':

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 2 dari 2
(fdn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads